Pages


Sunday, November 15, 2015

Anggap Saja Sebatas Tulisan Kesal atau Sesal

Bagaimana rasanya tanpa aku?
Bagaimana rasanya ketika tak ada sandaran, tempat kau mencurahkan seluruh ego mu?
Kau pikir kau bisa seenaknya begitu saja menggunakan aku?
Membodohiku sehingga bisa saja aku menganggap diriku sampah?
Lihat saja apa kau bisa tidur tenang malam ini?
Lihat saja, aku akan berhenti dari kekonyolan yang sudah aku ciptakan sendiri. Menganggap kau menyukaiku, namun ternyata tidak, namun seakan kau memberikan celah diantara ketidak mungkinan itu. Atau itu hanya imajinasiku saja.

What do you want?
Please, don’t get me wrong. I’m not interested to a type of arrogant and jerk like you are. But, unfortunately my heart can’t handle this one. It’s still trembling, wondering why it happen every time when you are around. Until now, I’m looking for any effort so that I can dump you easily, letting myself step ahead from you is my happiness.
Easily you come, then leave, then come again for a specific reason, or need a help, then leave again then come, leave, come, leave until third war world happened. Your habits just saying what you want to say, judging every particular person with their matters, stick out of several things, and laughing somebody because he or she is weird in your perspective. I wanna free, from this pain. I will never be my own if I still beside you and make sure my appereance was good, or Have I wore something beautiful just to please you (read: I can’t be an ugly person in front of you).
Honestly 2 years I have spent with useless love one side and now, let me be free. I wanna find someone who accept me just the way I am, and never ask me to be the others, the one who appreciate what I wanna do, understand what I’m supposed to be. Someone whom I love and who love me back. Yeah exactly. Because I’m just tiring enough to get tired, because every time I move, how pitiful I am stuck in wrong train again and again then get lost in somewhere chill. Light me, open my heart with that key.
That key, I once sent it to you in our chat back then. Ahaaa! Let me guess, you just don’t have any idea about what I’m talking about right? Lol
Perfect.



Wednesday, November 11, 2015

Semacam Ungkapan namun Hanya Tulisan

Kita itu, semacam mengabaikan namun diam-diam memperhatikan
Semacam tak menghiraukan, namun ingin menyapa
Semacam ingin berbicara namun tak tahu bagaimana harus mengawali
Semacam ingin terbiasa namun ego mendominasi
Semacam hanya sebatas teman namun di sebelah pihak, ingin lebih
Aku hanya mengetahui keinginan salah satu pihak, namun tidak pihak lainnya. Aku hanya tahu isi hatiku. Tapi tidak denganmu.
Aku berusaha memahami apa yang aku sembunyikan, ingin membagi apa yang aku simpan sendirian.
Namun sia – sia saja ketika sesuatu yang lama ingin aku sampaikan pada akhirnya telah menepi  pada semua orang namun tidak padamu.
Harapan, apakah itu sebuah kata yang berarti saat ini?
Tidak.
Ketika mengharapkan tak lagi berbuah manis, mengabaikan pun terasa menyakitkan, lalu apa selanjutnya?
Ketika yang kunanti hanya waktu dan waktu. Mengulur detik demi detik, mempertimbangkan apa sebaiknya aku harus mengungkapkan atau aku akan terus membisu membiarkan hipotesa-hipotesa tentang dirimu terus saja menari nari di otakku?
Aku jelas tak tahu apa yang ada di logikamu, karena aku bukan seorang peramal. Bahkan jika pun aku seorang peramal, apakah sesuatu yang aku terka itu memang benar-benar akan terjadi?
Sebut saja aku pemistis. Iyaaaa. Aku bukannlah gadis dengan kadar optimisme tinggi, atau gadis ekspreif yang dengan mudahnya akan mengekspresikan segala sesuatu dengan kata-kata yang tersusun apik sehingga semua mata dan telinga terpusat padanya. Tidak, tidak. Aku bukan gadis yang seperti itu. Aku sang introvert. Tak mudah berekspresi, selalu membohongi diriku sendiri. Kadang aku hanya berpura-pura terlarut dalam peran sehingga menghasilkan gadis sok banyak bicara untuk memancing perhatian. Dan aku muak pada gadis ini. Aku muak tidak menjadi diriku sendiri.
Apa yang aku harapkan? Kamu. Jelas kamu. Aku rasa kata berharap sedikit berlebihan saat ini, tapi hanya itu yang mewakili segala sesuatu tentang diriku.
Tak banyak yang bisa aku bagi diantara kita, kita hanya menikmati kebersamaan via text. Namun ketika bertemu, entah aku saja yang merasakannya atau kamu juga. Tapi aku merasa sangat berbeda. Kamu begitu biasa. Maksudku, kau tidak menunjukkan arti ketertarikan atau semacam itu. Jadi, kesimpulannya?
Begitulah, tak akan aku sebutkan karena memang agak sedikit menggores hati.
Tak jauh berbeda dariku, aku juga harus bersikap biasa. Sebiasa mungkin karena aku tak ingin kamu mengetahui segalanya. Aku berusaha menutupi karena ketakutanku jauh lebih besar. Aku takut kamu akan menjauh, kamu tidak suka padaku, dan banyak ketakutan-ketakutan lain yang tak aku harapkan. Sama sekali tidak.
Bola yang aku lempar tak tepat mengenai hatimu.
Mungkin aku hentikan saja cara yang penuh kebohongan ini. Menjadi sok asik itu bukan gayaku. Aku hanya berpikir, kau mungkin tidak menyukai gadis melankolis yang membosankan seperti aku.
Aku tak pandai berbicara, tak pandai merangkai cerita.
Harusnya, jika kamu tak suka, abaikan sajalah aku.
Jangan seolah ingin pergi namun tak beranjak
Seolah tak peduli namun tetap mencari
Ketika seseorang mengatakan hal yang membuat kita tersadar satu hal, mata kita bertemu senyumpun mengembang. Tak ada yang mengerti mungkin, hanya kita. Maka biarlah itu menjadi dunia kita, atau hanya aku. Mungkin.
Rotasi bumi pun mendadak melambat ketika aku melihat senyum itu. Senyum yang bukan dari pemuda tampan, namun entah daya apa yang dimilikinya aku pun tak mengetahuinya. Namun satu hal yang jelas aku ketahui. Aku telah menyukainya.



Monday, November 9, 2015

Dandelion

Lavina menatap nisan yang kini kokoh didepannya. Gadis itu menengadah, matanya menerawang jauh, jauh ke atas langit. Seandainya ia memiliki mesin waktu, tak akan ia biarkan semua itu terjadi. Seharusnya ia bisa mencegah kepergiannya beberapa tahun yang lalu. Ia benar-benar menyesal, tak akan memaafkan dirinya sendiri. Saat itu, ia harus kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.
                                                                           ***
Saat Lavina berumur 11 tahun, satu-satunya orang yang paling ia sayangi hanya Anthony. Pemuda cilik yang 3 tahun lebih tua darinya. Mereka adalah tetangga, tetangga yang sangat akrab layaknya saudara.
“Lavin, jika kau sedang berulang tahun hari ini, kau akan minta hadiah apa?”
“Kak Anton kok ngomong gitu? Lavin kan ulang tahunnya masih lama.”
“Ya, jawab aja.”
“Lavin mau boneka beruang yang gede kak, yang lebih besar dari Lavin. Biar bisa Lavin peluk.” Ujar Lavin sambil terkekeh.
“Kamu suka beruang ya?”
Lavin mengangguk, gadis itu sangat manis apabila sedang tersenyum lebar seperti saat ini. Saat dimana Anton harus mempertimbangkan sendiri keinginannya untuk pergi ke Hawai. Ia benar-benar ingin bertemu ayahnya. Namun di sisi lain, ia tak bisa meninggalkan Lavina sendirian. Gadis itu tak punya siapa-siapa lagi. Kedua orang tuanya sibuk mengurus perceraian. Selama ini ia hanya dekat dengan Ibu Anton,  Merina. 2 hari yang lalu Berthen – ayah Anton – meneleponnya dan mengirimkan 2 buah tiket ke Hawai untuk Merina dan untuk dirinya sendiri. Ia sekarang benar-benar bingung bagaimana caranya mengatakan semua itu kepada Lavin.
“Ibu, apa besok kita benar-benar akan menemui ayah?”Tanya Anton berharap agar ibunya berubah pikiran.
“Mhhm.. Ibu mengerti, kau belum mengatakannya pada Lavin tentang hal ini ya? Nak, ini adalah satu-satunya kesempatan kita untuk bertemu ayah. Tak lama lagi kita pasti kembali kesini.” Merina meyakinkan anaknya yang terlihat gusar sepanjang hari. “Temui Lavin sekarang dan bicaralah. Biar ibu yang mengemasi barang-barangmu. Besok pagi kita harus sampai di bandara jam 6 pagi.”
Anton mengangguk kemudian berlari kencang menuju rumah Lavin.  
“Lavin?” Sapa Anton dengan kaku.
“Kak Anton, tadi mama membelikan ayam goreng. Kita makan sama-sama yuk?” Lavin menarik tangan Anton namun ia menepisnya.
“Lavin, besok aku akan ke Hawai menemui ayah. Jaga dirimu baik-baik disini ya? Maaf aku baru memberitahumu sekarang.”
“Hawai? Apa tempat itu jauh kak? Berapa lama kakak disana?”
“Aku akan segera kembali untukmu Lavin.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Anton berlari sekencang-kencangnya. Ia benar-benar tak tahan menyembunyikan kesedihannya didepan Lavin. Air matanya meleleh. Ingin sekali ia menghentikan waktu agar malam ini tetaplah menjadi malam hingga tak akan ada hari esok yang menghampirinya. Sementara itu Lavin masih termenung mengingat ucapan yang barusan keluar dari mulut Anton. Benarkah ia harus pergi meninggalkannya sendiri sekarang? Siapa lagi yang akan mengajaknya bermain di halaman? Siapa yang akan menemaninya berangkat sekolah seperti biasa?
Tak bisa dipercaya, Anton benar-benar pergi. Hari itu, Lavin hanya sendiri,seorang diri. Ia memegang setangkai bunga dandelion dan berjanji akan selalu menunggu kedatangan Anton sampai kapanpun.
“Kak Anton, tiap Lavin kangen sama kakak, Lavin akan meniup bunga dandelion dan jika kelopaknya terbang sampai ke Hawai, Lavin harap kakak melihatnya.”

12 Tahun kemudian…..
“Lavin, kenapa kau menolakku? Kau tak tahu? Aku sangat menyukaimu sejak pertama kali kita kenal.”
“Maafkan aku Fred, aku telah berjanji pada seseorang untuk menunggunya sampai ia datang.”
“Tapi kenapa Lavin? Apa orang itu lebih dulu mengenalmu dibanding aku? Apa aku terlambat?”
“12 tahun. 12 tahun yang lalu. Ia berkata padaku bahwa ia akan datang kembali padaku.”
“Kau sangat bodoh Lavin. Kau begitu bodoh menunggu orang yang tak pasti menepati janjinya. Sekarang apa kau tak sadar ada seseorang yang jelas-jelas sudah ada dihadapanmu ini?” Fred tak habis pikir jalan pikiran Lavin begitu konyol yang masih mempercayai cinta monyetnya yang jelas-jelas telah pergi dan tak akan kembali lagi.
“Maafkan aku Fred. Aku tak bisa.” Lavin menunduk, sebutir air membasahi pipinya. Apa yang dikatakan Fred barusan benar. Ia begitu bodoh, semudah itu ia memercayai Anton dulu. Ia berkata akan kembali tak lama lagi. Tapi 12 tahun waktu yang bahkan terlalu lama untuk menunggu seseorang.
***
“Kondisimu sekarang masih belum stabil. Masih ada beberapa proses cuci darah yang harus kau jalani.” Kata Dokter meyakinkan Anton.
“Anthony, kau harus tetap disini sampai kau benar-benar sembuh. Baru ayah ijinkan untuk kembali ke Indonesia.”
“Ayah, jika sekarang ini ayah jadi aku dan wanita yang sedang menunggu hampir 12 tahun lamanya adalah ibu, apa yang akan kau lakukan?” Anton bersikeras pada keinginannya sendiri.
“Kau pintar membalikkan keadaan. Sama seperti ayahmu ini.” Merina muncul membawa paspor beserta perlengkapan pulang.
“Kapan kau menyiapkan semua ini Bu?” Anton tersentak kaget begitu melihat perlengkapannya yang telah rapi.
“Sudah kuduga sebelumnya, selama ini kau gusar terus. Siapa lagi yang kau pikirkan jika bukan Lavin? Ambil ini, ibu Lavin yang mengirimkannya via e-mail kemarin.” Merina menyerahkan  selembar foto gadis manis dengan rambut lurus sebahu yang tergerai indah tertiup angin.
“Lavin, kau sudah sebesar ini. Aku akan segera kembali, tunggulah sebentar saja. Ayah, Ibu, aku pergi ya? Kalian tetap disini. Aku akan mencari sendiri kehidupanku di Indonesia.”
“Tapi, Ibu harus ikut Anton, Ginjalmu belum sehat sepenuhnya.”
“Ibu, aku tak apa-apa, jangan khawatirkan aku. Jagalah ayah disini, aku bisa menjaga diriku sendiri.”
***
Hari ini udara di Jakarta begitu menyengat. Walaupun berbeda dengan suasana Hawai, rupanya Anton cepat beradaptasi dengan lingkungannya karena memang disinilah tempat dimana ia seharusnya berada sekarang, untuk menemui orang yang penting dalam hidupnya. Perjalanan panjang dari Hawai yang sangat melelahkan tak mematahkan keinginannya untuk segera bertemu Lavin. Siang itu matanya tertumbuk pada sebuah boneka teddy bear berukuran besar yang terpajang di etalase toko. Ia jadi teringat sesuatu tentang Lavin. Gadis itu pasti akan senang jika diberikan hadiah yang ia inginkan.
Senyuman Anton tak henti-hentinya merekah setelah kakinya benar-benar menginjak halaman rumah Lavin. Di taman depan Anton melihat seorang gadis berambut sebahu persis seperti yang ada di foto pemberian ibunya. Hatinya berdesir mendapati gadis itu sedang memetik beberapa bunga dandelion dan meniupnya ke udara.
“Permisi, apa kau Lavina?” Anton melangkahkan kakinya dengan sangat hati-hati mendekati tempat gadis itu.
“Iya, saya sendiri. Maaf, anda siapa ya?” Lavin merasa belum pernah melihat pemuda ini disekitar tempat tinggalnya.
“Lavin, bukankah saat kau berulang tahun kau ingin mendapatkan hadiah seperti ini?” Anton menunjukkan boneka super besarnya dan memberikannya pada gadis itu.
“Ha? Kak.. Kak Anton?” Kali ini Lavin benar-benar tak bisa menyembunyikan keterkejutannya yang tiba-tiba langsung memeluk Anton dengan kencang.
“Hey, Sebegitu rindunya kau padaku ya?” Ujar Anton sembari menepuk-nepuk pundak Lavin yang terisak dibahunya.
“Kak Anton bilang gak akan lama, kau menganggap 12 tahun itu singkat ya? Kau jahat padaku, jahat.” Lavin memukul pelan punggung Anton membuat pemuda itu trenyuh. Betapa teganya ia meninggalkan Lavin selama itu.
“Maafkan aku Lavin, aku akan membayar 12 tahun yang hilang itu. Aku janji padamu.”
“Kak, apa kau tak bertanya apa saja yang aku lakukan selama kak Anton tak ada disini?”
“ Aku sangat ingin tahu tentang itu.” Ujar Anton yang masih tak bisa melepas pelukannya dari gadis itu.
“Aku memetik bunga dandelion itu, lalu aku meniupnya. Aku berharap kepada Tuhan agar dandelion itu sampai ke Hawai dan mengebarimu untuk segera pulang menemuiku.” Ucap Lavin pelan. Anton merasakan Lavin sedang tersenyum saat ini.
Disaat mereka benar-benar saling melepas rindu satu sama lain, tiba-tiba Anton merasa sesuau aneh terjadi pada organ tubuhnya. Rasanya begitu perih dan sakit. Ia melepas pelukannya dari Lavin. Memegangi perut bagian kanannya. Sementara itu Lavin yang sangat panik segera menghubungi dokter keluarganya. Namun, sepertinya Anton tak dapat menahan sakit lebih lama lagi, Lavin segera memapahnya ke dalam kamar.
“Dokter, bagaimana kak Anton?” Tanya Lavin yang dari tadi terus berharap agar tak terjadi sesuatu yang serius dengannya.
“Sepertinya dia baru saja selesai dioperasi transplantasi ginjal. Namun ada beberapa komplikasi yang terjadi. Mungkin ia terlalu lelah dan belum cukup istirahat. Saya sarankan Nak Lavin membawanya ke rumah sakit dan segera menghubungi keluarganya.” Penjelasan dokter barusan sekarang menjadi bumerang yang siap menghantam dirinya. Tuhan, baru saja kak Anton sampai disini sekarang ia harus menderita seperti ini.
“Baik Dok, saya akan menghubungi Ibunya dan segera membawanya ke Rumah Sakit.”
Hari demi hari Lavin dan Merina, ibu Anton menunggu namun Anton tak kunjung sadar juga. Wajah Lavin kini semakin pucat, tubuhnya pun semakin kurus. Merina benar-benar tak tega melihat gadis itu menderita seperti itu.
“Dari umur 16 tahun, Ginjalnya bermasalah. Dan baru bulan lalu ada ginjal yang cocok dengan tubuhnya. Sekarang aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang terjadi padanya. Lavin, kau tak boleh menyiksa dirimu seperti ini. Kau harus percaya bahwa Anton akan selamat.” Merina menenangkan Lavin yang tak hentinya menangis dari beberapa hari yang lalu. Apalagi setelah dokter menyatakan Anton kini dalam masa koma. Lavin hanya menggeleng dan terus memegangi tangan Anton. Lavin bahkan belum sempat menyatakan perasaan sukanya pada Anton. Gadis itu sangat menyukainya, menyayanginya dan begitu mencintainya. Di sudut mata Anton tampak setetes air yang bergulir. Lavin juga melihatnya tersenyum. Lavin begitu terkejut dan segera memanggil dokter.
“Lavin” Tak dipercaya Anton menyebut nama gadis itu. “Aku mencintaimu.” Lanjutnya pelan. Dan setelah itu tak terdengar apa-apa lagi dari tubuh Anton. Lavin berteriak histeris. Dokter telah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa pemuda itu, tapi takdir tak dapat dilawan. Bagaimanapun Anton telah menyelesaikan tujuannya untuk menyatakan perasaan pada Lavin saat itu juga. Lavin sangat menyesal pada dirinya sendiri, ia marah pada dirinya.
“Kenapa Kak? Kau bilang akan membayar 12 tahun itu. Apa ini caramu membayarnya?” Lavin memeluk tubuh Anton yang dingin. Dingin sedingin es, sama seperti hatinya yang dingin, keras dan membeku. Sementara Merina yang terisak berusaha menenangkan Lavin.

-Selesai-
                                                                                            


Friday, November 6, 2015

Hai Mbah, apa kabar?

6 November 2015, 10.15 pm
4 bulan sejak kepergian mbah

Ini mbah sama kakek lagi berduaan :')
Mbah, gek kangeeen kangeeeen sekali sama mbah. Kemana gek harus mencari mbah? Kemana lagi gek harus mencari pendongeng setia dari sejak gek masih kecil?

Mengingat hal tentangmu membuatku penuh harap jikalau mbah masih ada disini, di dekat nya gek. Banyak hal yang gek ingin sampaikan sama mbah. Gek ingin menggenggam tangan mbah lebih lama lagi, lebih erat lagi, waktu mbah sudah mbah curahkan hampir semua untuk memperhatikan gek dan adik. Beribu lelah sudah mbah alami untuk menghadapi kenakalan – kenakalan kami, Kesakitan sudah selalu mbah alami selama ini. Menopang tubuh dengan satu kaki yang sehat, untuk memenuhi hasrat mbah menjadi orang sehat. Gek tau betul mbah sangat benci di judge orang sakit. Mbah ingin selalu beraktivitas layaknya orang normal. Saat itu gek marah bukan karena kesalahan mbah, semua karena gek tidak ingin mbah terjatuh, mbah itu keras kepala. Sangat sangat keras kepala sehingga gek suruh untuk duduk satu menit saja tak mau. Tapi apa daya, gek juga tak akan melarang mbah untuk melakukan apa yang mbah sukai, apa yang mbah inginkan.
Gek selalu teringat cerita mbah tentang kakek. Bagaimana rupa beliau jadi gek bisa membayangkan seakan beliau memang pernah gek lihat di dunia ini. Mbah membuat gek merasa memiliki seorang kakeh yang gagah, cerdas, mandiri, dan penyayang bagi keluarganya. Begitulah yang mbah gambarkan pada saat itu. Mbah ingat? Mbah tiba-tiba menemukan dompet kakek yang dari jaman dodol sekali J dan apa mbah tau? Gek masih menyimpannya. Dompet kakek, kenangan dari mbah.
Hari-hari gek di rumah 4 bulan sejak mbah pergi, begitu sunyi mbah, terkadang begitu ingin sekali gek berbicara kepada seseorang, pernah suatu hari gek menyelinap ke kamar mbah, mengambil radio mbah dan memutar siaran favorit mbah, mendatangi kasur mbah, dan duduk diatasnya. Gek ingin sekali bercerita mbah, tentang banyak hal. Gek ingin sekali mengeluh kepada mbah, tentang banyak hal. Ketika mengeluh kepada mereka gek merasa tertekan tapi mengeluh kepada mbah, mbah biasanya tersenyum. Aku percaya bahwa mbah benar-benar menyayangiku, hanya saja gek tidak peka akan hal itu. Kenapa semua begitu terasa ketika mbah sudah tak dapat gek lihat lagi? Kenapa mbah pergi? Tiba-tiba sekali mbah, mbah bahkan belum mengucapkan kata-kata perpisahan untuk gek. Terakhir kali saat itu ketika gek menggotong tubuh mbah, mbah begitu ringan, seringan angin yang menerbangkan selembar daun kering. Mbah begitu rapuh, dan pucat. Putih, dingin ketika mbah dimandikan untuk terakhir kalinya. Rambut mbah yang panjang dan abu-abu sempat gek sisir untuk terakhir kalinya. Gek juga sudah menghantarkan kepergian mbah ke tempat yang indaaah nan jauh itu mbah.
Mbah tenang saja, kopi dan pisang rebus tetap jadi kesukaan gek, sama halnya mbah. Sambil menjarit janur yang hijau itu, mbah cekikikan ketika mendengarkan salurn radio favoritmu mbah. Mbah selalu menyuruh gek membuatkan secangkir kopi dengan takaran satu sendok masing-masing untuk kopi dan gula, karena mbah memang tak suka manis.

Apapun makanannya, asalkan asin mbah begitu sangat menyukainya. Aku takkan jadi penyuka asin sepertimu mbah, nanti tensinya tinggi lo, hehehe. 
Mbah, jaga diri disana yaa. Jangan lupa sesekali pulang, jengukin cucu tersayang mbah yang lagi setres mau ujian mbah. Dek Dony juga kangen sekali sama mbah. Mbah, Gek sayang mbah. Selalu. 

Tuesday, November 3, 2015

Grey


Hey, I couldn’t be done with whatever it called. We’re laughing each other even when you’re just my only friend. How can I stand still whenever our eyes were met accidentally. Honestly my heart seems like “I’m gonna die oh, I wanna die”. It couldn’t stop scream like that. Why don’t you back then saying clearly that you’ve moved from your past lover? I will never ask you to forget about her, no no. Don’t get me wrong. I’m just thinking you must ready enough to find a new moon for your dark sky.

Actually I care so much about you, about all of yours. I don’t want bad things happened on you. When I say No for everyone, but why I’m still say Yes to you even you and me, I mean we’re not a couple anyway. You’re a bad jerk, a sharp-tongued boy, arrogant (yeah so much), a perfectly good critical killer, and you know very very clear I never win every our fight –or I surrender for other reason –  Yeah, after all you’re a jerk but how can I fall for a jerk like you are? an innocent girl like me, oh my Goodness. You’re such a nightmare.

Every hello will end with goodbye. I can’t imagine what happen next if we (him or me) are gone, there’s just an uncompleted story left behind. He will forget about me right? In his own eyes, I’m just a wind who comes for a while to fulfill his loneliness. It doesn’t matter who we will become, still a friend or more. But I really want you to understand how much I care about you, swallowing my pride just to gets your attention, trying to let go but your shadow following back, going to reach you but you stay away, I come closer but you run step by step.
I can’t read mind, so don't you dare confusing me like that. You’re full of grey to me. 

Everything I see is grey.

Grey and grey, but I enjoy every disaster you made. I deserve it.

Monday, September 14, 2015

I'm Done with It!

Kamu lihat sekarang? Kamu menyukainya? Caramu dengan epic membuangku setelah kau pakai. Seperti baju bekas kau lempar seenaknya di tumpukkan baju kotor. Kau benar-benar pintar mempermainkan kebaikan dan rasa "gak enakan" seseorang. Ikaaa Ikaa, poor you girl, how disasterful of a young lady like my self. Januari hingga September. Lumayan lah, 7 bulan kau bermain-main dengan caturmu dan sekarang giliranmu untuk memainkan game baru yang lebih menyenangkan. Hey boy, aku tak sedih, aku tak frustasi hingga desperate mungkin seperti yang kau harapkan. Aku justru muak. Sangat muak hingga aku ingin muntah tiap kali aku mendengar namamu itu. Seriously, I've been wasting my time and I'll finish with it. I'm done with mmm whatever it was. Yeah, I'm done. Thank you sir! You made my day.

Saturday, April 25, 2015

Only God Knows How He Feels

Malam ini aku membuka kembali screenshot percakapan lama kita via pesan singkat. Sudah nyaris selama 4 bulan yaa. Jujur, sangat sulit bagiku membeberkan semuanya. Perasaan takut selalu menghantuiku. Seperti 3 minggu belakangan ini kau semakin menjauh. Aku takut setelah aku mengungkapkan semuanya kau akan pergi. Seolah tak pernah mendengar pengakuan dari siapapun, seolah aku hanya hembusan angin yang singgah menerpa wajahmu dan kemudian hilang. Tidak, aku tak ingin membiarkan hal itu terjadi.

Lalu bagaimana aku harus bersikap? semuanya serba salah bagiku, juga bagimu. Apa kau terganggu akan keberadaanku? Apa sekalipun kau tak menganggapku ada? Aku mohon jangan pergi begitu saja setelah kau membuat aku merasakan indahnya kesan bersamamu yang sebelumnya tak pernah aku berniat untuk merasakannya. Itu semua gara-gara kau. 

Apa aku hanya halte bagimu? Tempatmu menyandarkan bahu sejenak, membuatku tak kesepian, dan ketika aku telah larut akan nyamannya keberadaanmu, bus pun datang dan kau beranjak pergi dan tak kembali meski untuk sekedar mengingat bahwa aku pernah menjadi tempatmu beristirahat walau itu hanya waktu yang singkat namun percayalah, sesingkat apapun pertemuan, ketika orang itu kau, sangat berarti untukku. 

Aku tinggal diriku dan lagu yang kudengarkan di earphone. Tiap kali lagu ini kuputar, wajahmu yang pertama kali aku bayangkan. Akankah waktu bisa membantuku? Yang aku tahu waktu hanya diam saja. Waktu hanya melihat bagaimana kita memperjuangkan cinta yang kita inginkan. Akankah kau mencariku? Atau aku yang harus mengalah untuk mencarimu lebih dulu? Entahlah. Aku hanya bisa berdoa, berharap, merindukan dalam diam, dan mengungkapkan dalam bisu. 

Hanya itu, dan selebihnya only God knows how he feels.


Friday, April 24, 2015

Kamu lah Alasannya, Pelangiku

Rainbow is you
Alasan, alasan itu emas bagiku. Jika tak ada alasan itu, kamu tak akan menemuiku begitu saja tanpa ada sesuatu yang akan kita bicarakan. Aku suka alasan. Di setiap alasan itu ada, dan kamu akan dekat denganku, berusaha mencari keberadaanku, bertanya apakah aku sibuk hari itu, dan semua itu hanya demi sebuah alasan. Kadang aku bertanya-tanya. Di saat semua alasan itu habis pada akhirnya apakah kamu akan tetap mencari aku? apakah aku hanya kantong ajaibmu saja yang kamu gunakan disaat perlu? Bisakah segala sesuatu yang kita bicarakan lepas dari sebuah alasan awal yang kamu rencanakan?

Ayolah, sekali saja. Jangan biarkan aku berpikir kamu itu orang jahat yang selalu memanfaatkan kedunguan perempuan. Aku tahu betul sifatmu. Walaupun aku bukan sahabat karibmu, aku bukan saudaramu, dan aku bukan orang tuamu. Namun aku orang yang mengagumi setiap detail dari dirimu. Bukan fisik, bukan materi, bukan darimana kamu berasal. Dan untuk yang satu ini, sebuah alasan tak berlaku untukku. 

Tak ada alasan untuk menyukai orang padahal orang itu sepertinya jarang peduli dengan kita, selalu meminta kita melakukan sesuatu untuknya dan tanpa babibuu kita spontan menganggukkan kepala seperti robot yang telah disetting sebelumnya. Walaupun hal yang mereka minta merugikan kita, entah ilham dari mana yang mengubah mindset kita dan senyum mengembang sepanjang hari akhirnya mengalahkan kerugian yang mereka timbulkan. Sebut saja "He makes my day" atau "He paint me a wonderful blue sky" yang akan selalu terlontar padahal yang mereka minta seringkali (sangat) merepotkan kita. Aku yakin kebanyakan perempuan sependapat denganku. Benar kan girls?

Sesungguhnya aku pembohong besar. Aku pintar berakting di depanmu. Kamu ingat hari itu? Aku ingin mengatakan "mau" tapi mulutku akhirnya melontarkan "no". Bagaimana bisa penyesalan menyergapku tiba-tiba sedetik setelah aku mengatakan hal itu. Padahal secara logika, dengan aku menjawab "mau" sama saja aku harus membiarkan diriku repot dan kesusahan. Jadi yaasudahlah ya, lupakan saja. Kamu tidak mungkin mengingat hal sepele seperti itu. 

Hey, bisa aku mengetahui satu hal lagi? Masihkah kamu menyukainya? Gadis itu. Aku tahu kamu belum bisa berpaling darinya. Apakah masih ada sudut kosong untukku? Mungkin tidak. Bagaimana bisa perempuan dengan banyak kekurangan seperti aku kamu puja? Aku tidak merendahkan diri, aku benci merendahkan diriku dan membandingkan diri dengan perempuan lain. Aku hanya kesal, karena hanya komentar negatif yang pernah kamu lontarkan padaku. Selama ini aku hanya berpura-pura kebal. Namun jika suatu hari kesabaranku habis dan aku pun lelah untuk menantikan penyambutan hangatmu, jangan salahkan aku, jangan sesali ketika aku memilih untuk berhenti dari menapaki jalan maya yang tak tentu arah tujuan. 

Bagiku kamu adalah serpihan dari pelangi manis yang mengisi warna-warni hidup gadis polos ini. Walaupun pada akhirnya kamu akan menghilang setelah gerimis, setidaknya kamu pernah membuat langit tersenyum. Bahkan mentari pun bersemi menyambutmu dan awan kelabu enggan untuk menampakkan dirinya. 

Tolong beritahu aku jika gerimis itu akan berhenti, agar aku tak terlanjur nyaman duduk menikmati indahnya 7 unsur warna penghias langit itu. Jika kamu beritahu aku, aku bisa beranjak secepatnya. Aku bisa meninggalkan kesan-kesan indahmu, aku bisa berusaha untuk tak memikirkannya lagi walaupun aku tak bisa melupakannya. Aku akan berusaha untuk itu. Namun jika gerimis itu akan selalu ada, katakan padaku. Aku, gadis polos ini akan menantikan, tersenyum menengadah sepanjang hari dengan payung biru. Aku akan menantikan alasan mengapa aku bertahan selama ini. Ya, hanya kamu pelangiku. Alasanku.

Monday, April 20, 2015

Mengungkapkan dalam Bisu

@ikka_sukma
Memendam, suatu perasaan yang sulit dimana kamu berada dalam keadaan serba salah. Jika kamu menahannya, sesak itu tak akan kunjung beranjak darimu. Namun jika kamu memilih untuk mengungkapkan, akankah kabar baik itu menghampirimu? aku takut mengungkapkan, ketika yang akan aku dapatkan hanyalah perubahan sikap olehmu yang tak bisa ku prediksi sebelumnya. Aku takut mengungkapkan, karena aku selalu berpikir bahwa kamu akan mundur selangkah demi langkah, setiap harinya lalu kemudian menjauh, hingga lenyap seolah kita memang tidak pernah bertemu sebelumnya. Dan aku takut mengungkapkan karena faktanya aku mengetahui kamu menyukai orang lain. 

Dunia ini memang ajaib, ia menciptakan gelombang dan getaran aneh dalam diriku hanya dengan melihat sosokmu, hanya dengan melakukan percakapan singkat denganmu, atau melihat sesimpul senyum yang tak sengaja kau lempar padaku. Cukup itu, lalu kupu-kupu dalam perutku tak henti-hentinya menggelepar, menggelitik, membuat tawa indah yang mengisi disetiap hari-hari dan waktu luangku. 

Saat ini aku memang memilih hanya untuk diam, berpura-pura tak merasakan apa-apa namun faktanya aku nyaris selalu ingin pingsan ketika berada di dekatmu. Aku akui aku memang pintar menyembunyikannya. "Diam itu tai kebo" begitu yang dikatakan Dosen mata kuliah komunikasi di tempat aku kuliah. Beliau memang benar adanya. Semua kebisuan ini tak ada artinya, bagaimana bisa kamu tahu apa yang aku rasakan, apa yang aku pikirkan, dan bagaimana degupan jantungku menyambutmu setiap hari jika aku tak menyampaikannya. Sejujurnya aku ingin sekali mengatakan hal ini padamu, namun aku tak memiliki cukup keberanian itu.

Dan jika aku diberkati Tuhan, aku ingin suatu hari nanti kau melihat tulisan-tulisan yang ku tujukan untukmu, dan aku ingin kamu mengetahui satu hal.
Aku percaya "kebetulan" itu ada. Namun jika kebetulan itu terus menerus menimpa kita berdua, apakah itu masih bisa disebut suatu "kebetulan"? Jika kamu ijinkan ku untuk berkata banyak hal, aku ingin kau tahu itu bukan sekedar kebetulan untukku, itu takdir. Iya, Takdir.

Takdir yang sengaja mempermainkan kita, dan sekarang sedang menjebakku di dalam labirin. Entah apa yang kamu rasakan itu sama denganku atau tidak, tapi bolehkah aku menaruh keyakinan padamu? Karena disetiap aku menatap dalam di kedua matamu, aku menemukan sebuah sudut kosong disana. Karena disetiap aku mendengar kamu menyebut namaku, aku merasakan lirihnya kehangatan itu. Karena disetiap kita berdekatan aku merasakan bahwa kamu adalah serpihan puzzle yang telah lama Tuhan sembunyikan hingga suatu hari aku bisa menemukan dan merangkainya kembali. Karena di saat kita melalui waktu berdua, detik demi detik kurasakan berpacu tak menentu, kadang kurasakan waktu berhenti dengan tiba-tiba, atau pernah ku rasakan waktu berdetak dengan begitu cepat tanpa kita sadari. 

Apa yang kamu pikirkan tentang diriku sebenarnya? aku benar-benar kewalahan menanggapi semua sikapmu, caramu memperlakukanku, dan terkadang kamu membuatku berharap sesuatu yang belum pasti aku dapatkan. Tolong jangan membuatku bingung lagi, jika kamu memang tidak merasakan sesuatu yang berbeda, berhentilah memanfaatkan kebodohanku. 

Hey, ikutilah kata hatimu. Aku memang tak sesempurna wanita-wanita yang sering kamu bicarakan. Aku hanyalah diriku adanya, bukan dia, bukan mereka. Aku ingin kamu melihat bagaimana seorang wanita yang rela keluar dari zona nyamannya demi seseorang yang begitu spesial untuk wanita itu. Belajarlah untuk sekali saja menghargai dirimu sendiri. Jangan terlalu larut dalam kesedihan ketika kamu tak mendapatkan sesuatu yang kau impikan. 

Hanya itu. Hanya itu yang bisa aku tuangkan kedalam tulisan sederhana ini. Selebihnya tentang perasaanku, akan kuungkapkan dalam bisu. Berharap merpati kan mengerti dan menyampaikannya padamu. Suatu hari.

Wednesday, April 15, 2015

Andai Kau Tahu

5 jam sudah, aku menahan degupan keras yang sepertinya ingin berontak dari dalam diriku. Aku merasa seperti akan meledak. Wajahku panas dan memerah. Aku tahu wajahnya juga merona. Aku hanya tahu namun tak mampu untuk memandangnya. Tiap kali aku mendekatkan telapak tangan ke dada, getaran-getaran ini, guncangan ini seolah menciptakan sensasi aneh, serasa menggelitik hati yang meriang ini. Hey, kau merasakannya kah? perasaan semacam ini apa hanya milikku? Aku selalu berharap kau juga merasakan semacam percikan aneh ini. Aku tahu kau menyukai seseorang. Bolehkah aku mengetahui siapa dia bahkan setelah aku mengetahuinya mungkin aku masih akan mengucapkan ''good luck'' padamu. Andai kau tahu, disetiap sudut senyumku, itu milikmu. Disetiap sloka dari doa-doa ku ada bayangmu yang terselip didalamnya. Disetiap tempat yang aku datangi aku berharap bertemu sosokmu walaupun itu hanyalah ketidakmungkinan yang selalu aku mimpikan, namun tak apa. Sungguh tak apa bagiku. Jika memendam dan melihatmu dari jauh saja bisa membuatku bahagia, biarlah hanya aku yang merasakan ini. Andai kau tahu, peristiwa itu sangat berarti bagiku. Tidakkah itu penting bagimu juga? Aku hanya bisa mendoakanmu. Berharap kau melupakannya. Apa harapanku berlebihan? Aku ingin kau selalu bergantung padaku. Aku ingin kau mengetahui bagaimana sulitnya menahan perasaan sendirian. Tolong, jangan biarkan sikap baikmu padaku membuat aku menafsirkan jika itu perhatian. Tolong biarkan hatiku bernapas lega. Tolong jangan tebar duri mawar-mawar ini karena rasanya begitu sakit. Mengetahui doamu bukan untukku, rindumu bukan milikku, senyummu yang begitu hangat tak bisa aku nikmati. Bukankah cintamu bertepuk sebelah tangan juga? Tak bisakah kau untuk tidak mengejar sesuatu yang maya? Tak bisakah kau berhenti, dan mulai untuk melihatku? Lihatlah aku. Lihatlah. Belum tentu isi doanya untukmu, belum tentu dia berkorban sama seperti yang aku lakukan demi dirimu. Belum tentu. Jujur, aku ingin keluar dari zona mengagumi tanpa dicintai ini. Namun hingga sekarang aku belum menemukan solusi untuk mengatasinya. Karena satu-satunya yang bisa memecahkan masalahku yang satu ini hanyalah kamu. Ya itu kamu.

Monday, April 6, 2015

Secret Admirer

Wishing you feel the same :)
Hari apa sekarang? tanggal berapa? rasanya aku sama sekali tak mengingat hal-hal itu lagi. Dikepalaku sepertinya hanyalah tertanam satu-satunya nama yang bahkan tak sempat ku lupa walaupun terbentur rutinitas yang padat sekalipun. Ohh God sepertinya aku salah makan obat atau kepalaku terbentur di suatu tempat bahkan tanpa aku sadari. Jujur saja hal ini jarang sekali terjadi sepanjang eksistensiku sebagai Ika Sukmadewi. Pikiranku terpecah menjadi serpihan-serpihan yang terbagi hanya oleh satu unsur. Pemuda itu. Ohh aku malu mengatakan ini, sepertinya aku benar-benar jatuh cinta. Ibu... anakmu sudah beranjak dewasa sekarang. Bisa kuingat bagaimana gambaran sempurna wajahnya ketika aku berhadapan sangat dekat dengan pemuda itu. Wahhh rasanya jantungku telah lari dari lintasannya, aku bahkan mendadak lupa bagaimana cara bernapas, bagaimana cara mengucapkan sebatas kata "HAI". Ini gawat, benar-benar gawat. Dulu ketika rasa ini belum nampak, aku begitu biasa bertegur sapa dengannya. Tapi sekarang? aku bahkan takut menatap matanya. Aku tak tahu pasti bagaimana perasaannya padaku. Jatuh cinta yang aku rasakan sendirian ini, biarlah kusimpan dahulu hingga hati ini lelah. Aku takut semua tak lagi baik-baik saja ketika ia mengetahui semua  hal yang aku rasakan. Aku takut kehilangan tatapan hangatnya lagi. Aku takut kehilangan nya karena sebelumnya memang dia bergantung padaku. Dibandingkan pemuda lain, dia itu bad guy, players maybe, tapi yaa apa itu jadi masalah sekarang ketika yang kamu rasakan hanyalah getaran? Aku tak berharap ia selalu mengisi hari-hariku, satu hal. Aku mohon jika kau membaca ini, tolong jangan jatuh cinta pada orang lain. Tolong, jangan biarkan orang lain menunggumu. Bisakah kau?

Monday, March 2, 2015

Peter's Angel

Angel, disitukah kau? Kau bahagia sekarang? Ku harap itu terjadi.
Aku hampir tak ingin merajut asa kehidupan ini lagi, aku hampir kehilangan sebagian motivasi yang dulu bekerja sepenuhnya.
Entahlah, aku merasa memaksakan diriku sendiri untuk berubah menjadi orang lain. Seseorang yang berusaha tak mengenal apa itu cinta. Karena semua hal yang berkaitan dengannya serasa menyakitkan. Kau tahu apa yang aku bicarakan Angel, jadi tetaplah disana. Aku tahu seberapa banyak pun aku menyercamu, memintamu kembali, menangis berlutut ditengah guyuran hujan sekalipun, satu hal yang sangat aku ketahui. Kau tak akan kembali.
Kau mendengar ketika aku bersenandung ‘aku merindukanmu’ setiap malam tiba? Kau mendengar doa-doa yang aku titipkan kepada Tuhan? Apakah Dia menyampaikannya padamu? Kau melihat dibawah sini? Aku tersenyum kembali, aku tak terlihat lemah bukan? Tentu saja, aku sangat jauh lebih maskulin sekarang. Kau pun tahu alasannya. Seperti yang kau lihat, aku sedang berusaha tak membuatmu khawatir denganku. Bersyukur aku terlahir sebagai laki-laki. Aku bisa menyelesaikan masalahku tidak dengan cara menangis. Karena aku tahu, kau tak akan suka jika aku selalu menangis dikala aku teringat padamu Angel.
Hari ini aku bertemu dengan seorang teman yang begitu baik dan peduli padaku. Aku menceritakan tentangmu padanya, tentang bagaimana dulu aku selalu memikirkanmu, memendam perasaanku sendiri dengan tak mengungkapkannya padamu hingga menjadi sebuah penyesalan, temanku itu bisa sedikit membuatku terlupa akanmu walau untuk sejenak. Kau tak marah kan jika aku berteman dengan gadis itu? Dia sangat bersimpati padaku hingga terkadang aku sempat memikirkan bahwa dia menyukaiku. Pikiran yang bodoh kan? Bagaimana bisa dia menyukai aku sementara dia sudah berada disamping orang lain. Mungkin jenis simpati yang dia punya itu tak lebih dari seorang sahabat bukan?

***

Peter,peter dan peter. Nama itu selalu memenuhi isi pikiranku. Entah ini jenis perasaan macam apa yang merasuki benakku namun aku tak merasa se-berdebar ini ketika aku bersama kekasihku. Bagiku Peter hanyalah sahabat. Cukup Mia, dia hanya sahabat tak lebih. Dia tak mungkin menyukaimu, tak mungkin. Dia miliknya Angel. Dia tak mungkin melupakan Angel begitu saja. Silahkan kutuk aku dan cerca aku jika aku mampu menyukai pria lain selain kekasihku sendiri. Bagaimana aku bisa menghadapi perasaan semacam ini? Aku pun tak mengharapkan hatiku bercabang seperti ini, dan aku tahu benar ini akan membawa bencana nantinya. Tidak,tidak tidak, aku pasti salah. Aku tak menyukai Peter. Peter selalu terbayang akan Angel, gadis beberapa tahun lalu yang mengisi hatinya dengan cinta namun cinta itu selalu terkubur dalam sedalam-dalamnya hingga hal buruk menimpa gadis cantik itu. Jika aku berada di posisi Peter, mungkin aku tak dapat bertahan hingga hari ini. Aku bersyukur Peter masih memiliki hasrat untuk mengisi kembali hari-harinya dengan senyum-senyum itu. Senyum yang membuatku ikut gembira ketika melihatnya. Peter, bolehkah aku sekedar menyukai senyum itu? Karena aku tak akan berharap lebih setelah ini.

Friday, February 27, 2015

Lirik dan Arti Lagu Back to December – Taylor Swift


 Well, Don’t you know that I love love and love Taylor Swift’s songs very very extremely hard? Yeah you should know it before. One of them is “Back to December”. According to some articles which I've been read, this song dedicated to her ex. Someone who has a really really sweet smile and his skin, his body owww so good. This song will give you such a “flashback” feelings then you fall so deep and more because of that. I don’t have any story of mine about this song, but just listen on it makes me wanna cry. Now I would like to share the lirics and I’ve tried so hard to translate them into Indonesian (bahasa). Forgive this innocent girl if she made any mistakes, thanks J


Taylor Swift & Taylor Lautner


I'm so glad you made time to see me.
How's life? Tell me how's your family?
I haven't seen them in a while.
You've been good, busier than ever,
We small talk, work and the weather,
Your guard is up and I know why.
'cause the last time you saw me
Is still burned in the back of your mind
You gave me roses and I left them there to die.

Aku senang kau meluangkan waktumu untuk melihatku
Bagaimana kabarmu? Ceritakan padaku bagaimana kabar keluargamu
Aku tak pernah melihat mereka belakangan ini
Kau terlihat baik, lebih sibuk dari biasanya
Kita mengobrol ringan, tentang pekerjaan bahkan cuaca
Kau kini menjaga jarak dan aku tahu alasannya mengapa.
Karena terakhir kali kau melihatku saat itu
Memori itu masih tertanam di pikiranmu
Saat kau memberiku mawar-mawar itu, namun aku membiarkannya layu

So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying,
"I'm sorry for that night",
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you.
Wishing that I realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right
I go back to December all the time.

Jadi inilah aku yang menelan semua gengsiku
Berdiri dihadapanmu dan mengatakan
“Aku minta maaf untuk malam itu”
Dan aku selalu ingin kembali ke bulan Desember sepanjang waktu
Kebebasan ini tak berarti apa-apa namun hanya merindukan dirimu
Berharap aku menyadari apa yang telah aku lakukan saat kau dulu milikku
Aku ingin kembali ke bulan Desember, merubah dan memperbaiki semuanya
Aku kembali ke bulan Desember sepanjang waktu

These days I haven't been sleeping
Staying up playing back myself leavin'
When your birthday passed and I didn't call.
And I think about summer, all the beautiful times,
I watched you laughing from the passenger side.
Realized that I loved you in the fall
Then the cold came, the dark days when fear crept into my mind
You gave me all your love and all I gave you was "Goodbye"

Beberapa hari ini aku belum bisa memejamkan mataku
Tetap terbangun memikirkan hal yang aku tinggalkan
Ketika hari ulang tahunmu berlalu bahkan aku tak mengabarimu sama sekali
Dan aku memikirkan tentang hari di musim panas itu, waktu-waktu yang indah itu
Saat aku melihat tawamu dari kejauhan
Memikirkan bahwa aku mencintaimu saat musim gugur
Kemudian ketika salju datang, hari-hari kelabu itu menghantui pikiranku perlahan
Kau telah memberikan semua cintamu padaku, tapi yang kuberi hanyalah “Selamat tinggal”

So this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying,
"I'm sorry for that night".
And I go back to December all the time.
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I realized what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
I go back to December all the time.

Jadi inilah aku yang menelan semua gengsiku
Berdiri dihadapanmu dan mengatakan
“Aku minta maaf untuk malam itu”
Dan aku selalu ingin kembali ke bulan Desember sepanjang waktu
Kebebasan ini tak berarti apa-apa namun hanya merindukan dirimu
Berharap aku menyadari apa yang telah aku lakukan saat kau dulu milikku
Aku ingin kembali ke bulan Desember, memutar waktu dan mengubah keputusanku
Aku kembali ke bulan Desember sepanjang waktu

I miss your tanned skin, your sweet smile, so good to me, so right
And how you held me in your arms that September night
The first time you ever saw me cry
Maybe this is wishful thinking,
Probably mindless dreaming,
If we loved again I swear I'd love you right...
I'd go back in time and change it but I can't.
So if the chain is on your door I understand.

Aku merindukan kulit kecoklatanmu, senyum manismu, benar-benar kurindu
Dan bagaimana kau menenggelamkanku dalam pelukanmu di malam bulan September
Saat pertama kali kau melihatku menangis
Mungkin ini hanya pikiran yang penuh harap
Atau mimpi yang sia-sia
Namun jika kita bersama kembali, aku bersumpah akan mencintaimu dengan semestinya
Aku ingin kembali memutar waktu dan mengubahnya, namun aku benar-benar tak bisa
Jadi jika rantai itu tetap melilit pintu hatimu, aku mengerti

But this is me swallowing my pride
Standing in front of you saying,
"I'm sorry for that night"
And I go back to December...
It turns out freedom ain't nothing but missing you,
Wishing that I'd realize what I had when you were mine.
I'd go back to December, turn around and make it all right.
I'd go back to December, turn around and change my own mind
I'd go back to December all the time. All the time

Jadi inilah aku yang menelan semua gengsiku
Berdiri dihadapanmu dan mengatakan
“Aku minta maaf untuk malam itu”
Dan aku selalu ingin kembali ke bulan Desember
Kebebasan ini tak berarti apa-apa namun hanya merindukan dirimu
Berharap aku menyadari apa yang telah aku lakukan saat kau dulu milikku
Aku ingin kembali ke bulan Desember, merubah dan memperbaiki semuanya
Aku ingin kemabi ke bulan Desember dan mengubah keputusanku sendiri
Aku ingin kembali ke bulan Desember sepanjang waktu. Sepanjang waktu