Pages


Wednesday, November 11, 2015

Semacam Ungkapan namun Hanya Tulisan

Kita itu, semacam mengabaikan namun diam-diam memperhatikan
Semacam tak menghiraukan, namun ingin menyapa
Semacam ingin berbicara namun tak tahu bagaimana harus mengawali
Semacam ingin terbiasa namun ego mendominasi
Semacam hanya sebatas teman namun di sebelah pihak, ingin lebih
Aku hanya mengetahui keinginan salah satu pihak, namun tidak pihak lainnya. Aku hanya tahu isi hatiku. Tapi tidak denganmu.
Aku berusaha memahami apa yang aku sembunyikan, ingin membagi apa yang aku simpan sendirian.
Namun sia – sia saja ketika sesuatu yang lama ingin aku sampaikan pada akhirnya telah menepi  pada semua orang namun tidak padamu.
Harapan, apakah itu sebuah kata yang berarti saat ini?
Tidak.
Ketika mengharapkan tak lagi berbuah manis, mengabaikan pun terasa menyakitkan, lalu apa selanjutnya?
Ketika yang kunanti hanya waktu dan waktu. Mengulur detik demi detik, mempertimbangkan apa sebaiknya aku harus mengungkapkan atau aku akan terus membisu membiarkan hipotesa-hipotesa tentang dirimu terus saja menari nari di otakku?
Aku jelas tak tahu apa yang ada di logikamu, karena aku bukan seorang peramal. Bahkan jika pun aku seorang peramal, apakah sesuatu yang aku terka itu memang benar-benar akan terjadi?
Sebut saja aku pemistis. Iyaaaa. Aku bukannlah gadis dengan kadar optimisme tinggi, atau gadis ekspreif yang dengan mudahnya akan mengekspresikan segala sesuatu dengan kata-kata yang tersusun apik sehingga semua mata dan telinga terpusat padanya. Tidak, tidak. Aku bukan gadis yang seperti itu. Aku sang introvert. Tak mudah berekspresi, selalu membohongi diriku sendiri. Kadang aku hanya berpura-pura terlarut dalam peran sehingga menghasilkan gadis sok banyak bicara untuk memancing perhatian. Dan aku muak pada gadis ini. Aku muak tidak menjadi diriku sendiri.
Apa yang aku harapkan? Kamu. Jelas kamu. Aku rasa kata berharap sedikit berlebihan saat ini, tapi hanya itu yang mewakili segala sesuatu tentang diriku.
Tak banyak yang bisa aku bagi diantara kita, kita hanya menikmati kebersamaan via text. Namun ketika bertemu, entah aku saja yang merasakannya atau kamu juga. Tapi aku merasa sangat berbeda. Kamu begitu biasa. Maksudku, kau tidak menunjukkan arti ketertarikan atau semacam itu. Jadi, kesimpulannya?
Begitulah, tak akan aku sebutkan karena memang agak sedikit menggores hati.
Tak jauh berbeda dariku, aku juga harus bersikap biasa. Sebiasa mungkin karena aku tak ingin kamu mengetahui segalanya. Aku berusaha menutupi karena ketakutanku jauh lebih besar. Aku takut kamu akan menjauh, kamu tidak suka padaku, dan banyak ketakutan-ketakutan lain yang tak aku harapkan. Sama sekali tidak.
Bola yang aku lempar tak tepat mengenai hatimu.
Mungkin aku hentikan saja cara yang penuh kebohongan ini. Menjadi sok asik itu bukan gayaku. Aku hanya berpikir, kau mungkin tidak menyukai gadis melankolis yang membosankan seperti aku.
Aku tak pandai berbicara, tak pandai merangkai cerita.
Harusnya, jika kamu tak suka, abaikan sajalah aku.
Jangan seolah ingin pergi namun tak beranjak
Seolah tak peduli namun tetap mencari
Ketika seseorang mengatakan hal yang membuat kita tersadar satu hal, mata kita bertemu senyumpun mengembang. Tak ada yang mengerti mungkin, hanya kita. Maka biarlah itu menjadi dunia kita, atau hanya aku. Mungkin.
Rotasi bumi pun mendadak melambat ketika aku melihat senyum itu. Senyum yang bukan dari pemuda tampan, namun entah daya apa yang dimilikinya aku pun tak mengetahuinya. Namun satu hal yang jelas aku ketahui. Aku telah menyukainya.



No comments:

Post a Comment