Pages


Friday, November 6, 2015

Hai Mbah, apa kabar?

6 November 2015, 10.15 pm
4 bulan sejak kepergian mbah

Ini mbah sama kakek lagi berduaan :')
Mbah, gek kangeeen kangeeeen sekali sama mbah. Kemana gek harus mencari mbah? Kemana lagi gek harus mencari pendongeng setia dari sejak gek masih kecil?

Mengingat hal tentangmu membuatku penuh harap jikalau mbah masih ada disini, di dekat nya gek. Banyak hal yang gek ingin sampaikan sama mbah. Gek ingin menggenggam tangan mbah lebih lama lagi, lebih erat lagi, waktu mbah sudah mbah curahkan hampir semua untuk memperhatikan gek dan adik. Beribu lelah sudah mbah alami untuk menghadapi kenakalan – kenakalan kami, Kesakitan sudah selalu mbah alami selama ini. Menopang tubuh dengan satu kaki yang sehat, untuk memenuhi hasrat mbah menjadi orang sehat. Gek tau betul mbah sangat benci di judge orang sakit. Mbah ingin selalu beraktivitas layaknya orang normal. Saat itu gek marah bukan karena kesalahan mbah, semua karena gek tidak ingin mbah terjatuh, mbah itu keras kepala. Sangat sangat keras kepala sehingga gek suruh untuk duduk satu menit saja tak mau. Tapi apa daya, gek juga tak akan melarang mbah untuk melakukan apa yang mbah sukai, apa yang mbah inginkan.
Gek selalu teringat cerita mbah tentang kakek. Bagaimana rupa beliau jadi gek bisa membayangkan seakan beliau memang pernah gek lihat di dunia ini. Mbah membuat gek merasa memiliki seorang kakeh yang gagah, cerdas, mandiri, dan penyayang bagi keluarganya. Begitulah yang mbah gambarkan pada saat itu. Mbah ingat? Mbah tiba-tiba menemukan dompet kakek yang dari jaman dodol sekali J dan apa mbah tau? Gek masih menyimpannya. Dompet kakek, kenangan dari mbah.
Hari-hari gek di rumah 4 bulan sejak mbah pergi, begitu sunyi mbah, terkadang begitu ingin sekali gek berbicara kepada seseorang, pernah suatu hari gek menyelinap ke kamar mbah, mengambil radio mbah dan memutar siaran favorit mbah, mendatangi kasur mbah, dan duduk diatasnya. Gek ingin sekali bercerita mbah, tentang banyak hal. Gek ingin sekali mengeluh kepada mbah, tentang banyak hal. Ketika mengeluh kepada mereka gek merasa tertekan tapi mengeluh kepada mbah, mbah biasanya tersenyum. Aku percaya bahwa mbah benar-benar menyayangiku, hanya saja gek tidak peka akan hal itu. Kenapa semua begitu terasa ketika mbah sudah tak dapat gek lihat lagi? Kenapa mbah pergi? Tiba-tiba sekali mbah, mbah bahkan belum mengucapkan kata-kata perpisahan untuk gek. Terakhir kali saat itu ketika gek menggotong tubuh mbah, mbah begitu ringan, seringan angin yang menerbangkan selembar daun kering. Mbah begitu rapuh, dan pucat. Putih, dingin ketika mbah dimandikan untuk terakhir kalinya. Rambut mbah yang panjang dan abu-abu sempat gek sisir untuk terakhir kalinya. Gek juga sudah menghantarkan kepergian mbah ke tempat yang indaaah nan jauh itu mbah.
Mbah tenang saja, kopi dan pisang rebus tetap jadi kesukaan gek, sama halnya mbah. Sambil menjarit janur yang hijau itu, mbah cekikikan ketika mendengarkan salurn radio favoritmu mbah. Mbah selalu menyuruh gek membuatkan secangkir kopi dengan takaran satu sendok masing-masing untuk kopi dan gula, karena mbah memang tak suka manis.

Apapun makanannya, asalkan asin mbah begitu sangat menyukainya. Aku takkan jadi penyuka asin sepertimu mbah, nanti tensinya tinggi lo, hehehe. 
Mbah, jaga diri disana yaa. Jangan lupa sesekali pulang, jengukin cucu tersayang mbah yang lagi setres mau ujian mbah. Dek Dony juga kangen sekali sama mbah. Mbah, Gek sayang mbah. Selalu. 

No comments:

Post a Comment