Pages


Tuesday, December 10, 2013

Praktikum Biologi "Kinerja Enzim Katalase"

Ketika aku masih berada di bangku SMA, hal yang menjadi favoritku adalah saat kami praktikum di laboratorium. entah kimia atau biologi, rasanya disana kita dapat melepaskan penat setelah dijejal beribu-ribu teori yang kita sendiri belum tahu apa teori-teori itu benar atau salah.

Untuk sekedar bernostalgia, aku share salah satu praktikumku bersama teman-teman SMA.. Semoga bermanfaat ^^


KINERJA ENZIM KATALASE

A.    Tujuan
1.      Menyelidiki peranan enzim katalase
2.      Menyelidiki faktor – faktor yang memengaruhi ker ja enzim katalase
3.      Mengetahui reaksi – reaksi kimia yang terjadi pada pengujian enzim katalase

B.     Alat dan Bahan
1.      Tabung reaksi
2.      Gelas ukur
3.      Pipet tetes
4.      Gelas kimia
5.      Alat penumbuk
6.      Korek api
7.      Dupa
8.      Spiritus
9.      Penjepit tabung
10.  Hati ayam
11.  Jantung ayam
12.  Larutan HCL
13.  Larutan NaOH
14.  Larutan H2O2
15.  Akuades/air

C.    Cara Kerja
1.      Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2.      Tumbuklah hati ayam dan jantung ayam bersama air secukupnya pada wadah yang terpisah
3.      Siapkan 5 buah tabung reaksi dan berilah label A sampai E
4.      Masukkan 1 ml ekstrak hati ayam pada tabung A sampai D
5.      Masukkan 1ml ekstrak jantung ayam pada tabung E
6.      Selanjutnya, pada tabung B tambahkan 5 tetes larutan HCL, pada tabung C tambahkan 5 tetes larutan NaOH.
7.      Bakarlah dupa hingga muncul bara pada ujungnya
8.      Masukkan 5 tetes larutan H2O2 pada tabung A, kemudian tutup dengan ibu jari
9.      Amati pembentukan gelembung pada tabung A, setelah cukup lama bukalah tabung reaksi A dan dekatkan bara api dupa  ke dalam tabung reaksi tepatnya di permukaan gelembung yang terbentuk dan amati keadaan bara apinya
10.  Ulangi perlakuan nomor 8 dan 9 terhadap tabung B sampai dengan E, namun pada tabung D, panaskan ekstrak hati terlebih dahulu sebelum ditetesi H2O2
11.  Catat perubahan yang terjadi ke dalam tabel yang tersedia


D.    Hasil Percobaan

Tabung Reaksi
Jumlah Gelembung
Jumlah Bara Api
A
++++
++++
B
++
++
C
+
-
D
+
-
E
+++
+++

Keterangan:
Tabung A : Ekstrak hati ayam
Tabung B : Ekstrak hati ayam dengan larutan HCL
Tabung C : Ekstrak hati ayam dengan larutan NaOH
Tabung D : Ekstrak hati ayam yang dipanaskan
Tabung E : Ekstrak jantung ayam

-                =  tidak ada
+          =  sedikit
++        =  sedang
+++     =  banyak
++++   =  banyak sekali



E.     Analisis Data

Pada praktikum adanya gelembung menunjukkan aktifnya enzim katalase yang terdapat pada ekstrak yang telah dibuat. Enzim katalase merupakan enzim yang dihasilkan oleh badan mikro. Badan mikro ini terdiri dari dua bagian yaitu peroksisom dan glioksisom. Bagian badan mikro yang menghasilkan enzim katalase adalah bagian peroksisom. Peroksisom ini banyak ditemukan pada sel hati. Hal ini yang menjadikan hati bisa disebut sebagia organ yang dapat menetralkan racun yang masuk dalam tubuh. Enzim katalase ini dapat menguraikan senyawa hydrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh menjadi air dan oksigen yang sama sekali tidak berbahaya bagi tubuh .
 Pada perlakuan pertama (ekstrak hati + H2O2) dihasilkan gelembung dalam kategori banyak sekali dan bara api dalam kategori banyak sekali. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hati yang masih segar tersebut terdapat banyak peroksisom sehingga menghasilkan lebih banyak enzim katalase. Enzim katalase ini kemudian menguraikan senyawa hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Dengan gelembung-gelembung udara dalam kategori banyak sekali yang dapat membuat bara api besar, menunjukkan bahwa enzim tersebut telah memecah senya H2O2 menjadi oksigen, karena bara api semakin besar dikarenakan adanya oksigen.
 Pada perlakuan kedua (ekstrak hati + HCl + H2O2) dihasilkan gelembung dalam kategori sedang dan menghasilkan bara api sedang. Namun menurut literatur dan sumber-sumber yang ada pada buku menyatakan seharusnya larutan tersebut menghasilkan gelembungdalam kategori sedikit  serta tidak nyala api yang tampak. Hal tersebut menunjukkan bahwa enzim katalase dalam hati tidak bekerja, karena tidak dipecahkannya senyawa H2O2 menjadi air dan oksigen. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya denaturasi. Denaturasi merupakan rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substratnya sehingga aktivasi enzim menurun atau hilang (Diah,2006). Denaturasi enzim perlakuan ini disebabkan oleh penambahan HCl yang merubah kondisi di sekitar molekul menjadi kondisi asam. Derajat keasaman (pH) sangat mempengaruhi aktivitas enzim, sehingga kondisi asam tersebut merusak enzim katalase yang bekerja pada pH netral.
 Pada perlakuan ketiga (ekstrak hati + NaOH + H2O2) dihasilkan gelembung dalam kategori sedikit namun tidak menghasilkan bara api. Hal tersebut menunjukkan bahwa enzim katalase dalam hati tidak bekerja, karena tidak dipecahkannya senyawa H2O2 menjadi air dan oksigen. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya denaturasi. Denaturasi enzim perlakuan ini disebabkan oleh penambahan NaOH yang merubah kondisi di sekitar molekul menjadi kondisi basa. Derajat keasaman (pH) sangat mempengaruhi aktivitas enzim, sehingga kondisi basa tersebut merusak enzim katalase yang bekerja pada pH netral.
 Pada perlakuan keempat (ekstrak hati yang dipanaskan + H2O2) dihasilkan gelembung dalam jumlah sedikit  dan tidak menghasilkan bara api. Hal tersebut menunjukkan bahwa enzim katalase dalam hati tidak bekerja, karena tidak dipecahkannya senyawa H2O2 menjadi air dan oksigen. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya denaturasi. Denaturasi enzim perlakuan ini disebabkan karena pengaruh suhu, kearena enzim bekerja pada suhu tertentu. Tidak adanya bara api menunjukkan bahwa enzim katalase ini tidak bekerja pada suhu tinggi, karena pada suhu tinggi enzim ini akan mati dan tida bisa aktif kembali.
Pada perlakuan kelima (ekstrak jantung + H2O2) dihasilkan gelembung dalam kategori banyak dan bara api dalam kategori banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam jantung tersebut menghasilkan  enzim katalase. Enzim katalase ini kemudian menguraikan senyawa hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Namun enzim yang terkandung di dalam jantung tak sebanyak enzim yang terdapat dalam hati.

F.     Pertanyaan
1.      Pada perlakuan manakah pembentukan gelembung gas paling banyak?
2.      Gas apakah yang terbentuk dari reaksi tersebut? Jelaskan berdasarkan hasil percobaan!
3.      Faktor apa sajakan yang mempengaruhi kerja enzim katalase? Jelaskan berdasarkan hasil percobaan!
4.      Bagaimana kesimpulan dari hasil percobaan yang telah dilakukan?
G.    Pembahasan Soal
1.      Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, pembentukan gelembung gas paling banyak terdapat pada tabung reaksi A. Hal ini terjadi karena ekstrak hati di tabung A mempunyai sifat yang tidak asam dan tidak basa. Sehingga H2O2 yang bersifat racun lebih mudah bekerja.
2.      Gas yang terbentuk dari reaksi tersebut yaitu oksigen (O2) dan (air) H2O.
3.      Menurut praktikum, faktor yang sangat mempengaruhi dalam kinerja enzim katalase yaitu pH dan suhu.

H.    Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Enzim katalase akan bekerja dengan optimal pada keadaan netral (tidak asam maupun basa). Enzim katalase tidak dapat bekerja pada suhu tinggi namun bekerja optimal pada suhu kamar.

Thursday, December 5, 2013

Tak Seharusnya

Seorang pemuda yang telah kukenal 3 bulan yang lalu tampak berdiri di depan pagar rumahku. dengan membawa setangkai bunga mawar merah, bisa kutebak apa yang akan ingin dia sampaikan kepadaku.
 "Aku menyayangimu. Kau mau menjadi pacarku?" Iya meraih tanganku.
Lama tak ada suara yang keluar dari bibirku. Sepertinya ia mulai gelisah menanti apa yang ia tunggu-tunggu. Sebuah Jawaban.
Aku setengah menunduk, jujur aku tak tahu harus menjawab apa. Kurasakan kegelisahanku dapat diterka olehnya. Aku mengangkat wajahku yang setengah pucat.
"Iya." Ujarku singkat. Aku bahkan tidah menyangka bisa-bisanya kata ini yang terucap.
Ekspresi wajahnya mulai bereaksi. Berkali-kali ia memperlihatkan wajah seperti orang yang baru saja memenangkan lotre. Aku raih mawar merah yang ia berikan padaku, kupandangi bunga itu. Rasanya aku tidak sebahagia bunga yang mekar itu. Sepertinya ia salah memberikanku bunga. Karena hatiku tak semekar sang mawar ketika mendengar pengakuannya jika pemuda itu benar-benar menyayangiku. Tetapi, kata orang, kita tak boleh menarik ucapan kita sendiri. Jadi mau tak mau, aku harus membayar apa yang telah kubeli, aku harus menjalani hubungan ini. Walaupun aku sendiri tak yakin, seberapa tangguhkah aku mempertahankan hubungan yang bukan atas dasar cinta. Semoga hubunganku dengannya bisa mengalihkan segala perhatianku dari seseorang di masa lalu yang pernah menjadi motivasiku, yang pernah menjadi matahariku. Namun seseorang di masa lalu itu tak pernah kumiliki. Iya hanya bayangan semu yang bergerak menari-nari di dalam benakku setiap harinya, ia tak lebih hanya sinar menyilaukan yang tak bisa kuraih. terlalu sulit bagiku mengganti seseorang di masa lalu itu dengan siapapun. Termasuk pemuda yang satu ini.

Hari demi hari kulalui dengan pemuda itu. Namun apa yang kurasakan? sedikitpun aku tak merasa bahagia ketika aku melihat sms darinya, mendengar suaranya, bertemu dengannya. Tak sedikitpun aku merasa bahagia saat ini. Aku merasa menyesal, bersalah atas keputusan bodohku. Beberapa kali aku mengutuk diri sendiri, aku telah menyakiti pemuda itu. Tak seharusnya aku menjawab 'iya' ketika ia memintaku untuk menjadi pacarnya. Aku tak tahan pada semua omong kosong bahwa aku menyayanginya. Aku tak sanggup berkata bahwa aku mencintainya, karena nyatanya itu tak pernah terjadi. Jauh di dalam hatiku, telah terukir nama seseorang yang bahkan telah bersama orang lain. Mawar itu, tak seharusnya aku menerimanya. Harusnya, aku mengembalikannya. Maafkan aku, aku tak bisa mencintaimu, seperti kamu mencintaiku.

Monday, November 25, 2013

Coretan Kecil Wanita Tua

Umurku 51 tahun. Tepatnya hari ini. Keluargaku lengkap, aku punya seorang anak, menantu, dan 2 cucuku yang menggemaskan. Kutatap kedua cucuku, rasanya kehidupan masa kecilku terkuak kembali. Kenangan pertama dengan seseorang di bangku SD. Lucu, tertawa, menyisakan sejarah hidup yang masih tersimpan apik di lembaran memoriku. Apakabar baby boy itu? Apa dia masih anak manja sekarang?

Ahhh.. rasanya dunia cepat sekali berputar mengingat aku sudah sampai sejauh ini. Sebenarnya, aku mempunyai satu kesalahan pada pemuda itu. I dump him. Sampai sekarang aku mungkin memahami jika dia masih menganggap aku wanita jahat. Bagaimana tidak, aku mempermainkannya selama 8 bulan. selama itu dia tak dapat bernapas lega. Dulu dia begitu mencintaiku. Tapi, sayangnya tidak dengan aku. Rasanya begitu hambar setelah sekian lama kita bersama. Bahkan dia pernah menguntitku hingga aku mengalami kecelakaan. Bekas luka itu, aku heran.... ketika aku terjatuh luka itu sama sekali tak sakit, namun sekarang, ketika telah sembuh, bekas itu terasa menyakitkan tiap kali aku melihatnya. Inilah sebabnya aku trauma melihat pemuda itu. Aku takut dia akan menyebabkan bencana lain jika dia ada disekitarku.

Sekarang, mungkin dia bernasib sama denganku. Menikah dengan orang yang dicintainya dan dikelilingi cucu-cucu menggemaskan. Kepingan memori itu. Jangan hanya menjadi cerita semata, walaupun kelakuanku begitu menyebalkan padanya, dia tetap menjadi sejarah dalam hidupku.

Di usiaku yang hampir tutup ini, aku ingin mengatakan sesuatu padanya, sekali saja.. aku belum pernah mengatakannya secara langsung. "Maafkan wanita jahat ini."

Thursday, November 21, 2013

Aku Bukan Adikmu (cerpen)

Aku Bukan Adikmu
Sudah lama rasanya aku mengharapkan sesuatu. Sesuatu yang telah menjadi milik orang lain. Bukankah itu berarti aku tak terhormat lagi?
Bedanya, tak ada orang yang tahu aku mengagumi sesuatu itu sejak lama. Tak ada orang yang tahu aku selalu menjadi penguntit, yang selalu mengawasi gerak-gerik sesuatu yang aku suka. Seperti halnya manusia biasa, sayangnya aku tak sesabar itu. Kuputuskan untuk berhenti. Berhenti dari kerja paruh waktuku yang separuh harinya kuhabiskan hanya untuk memikirkan sesuatu nan jauh disana. Biarlah tak ada yang tahu sesuatu apa yang selalu membuatku tak dapat tidur dengan nyenyak, tak dapat makan dengan lahap. Namun sesuatu itu sangat berharga di masa lalu. Dan sekarang aku tak berhak untuk mendambakan apa yang telah pergi meninggalkanku.

***

Namaku Rachel, Rachel Anastasia. Dan nama pemuda yang hari ini sedang berada disampingku Robby Budiman. Tak masalah jika nama belakangnya sering membuatnya kesal. Bagiku Budiman itu indah. Seindah senyuman yang tersungging di wajahnya. Begitu serasi dengan alis rapi, mata bersinar, hidung mancung dengan kumis halus tertata di bawahnya. Ia selalu ingin menghilangkan 'calon kumis' yang katanya hanya mengganggu penampilannya itu. Tapi bagiku, ada atau tidaknya kumis disitu, ia tetap sama dimataku. Indah.

"Kau selalu menatapku seperti itu." Ujarnya masih dengan senyum menggodanya
Aku terkaget, menyadari hal konyol yang aku lakukan. tak seharusnya aku mengagumi wajah orang yang jelas-jelas berada di hadapanku. Ooohh.. malunya.

"Siapa yang menatap, aku hanya..." Belum sempat aku menyelesaikan alibiku, bibirnya dengan lembut mendarat di keningku. Aku semakin ternganga lebar. Aku masih berpikir, apa yang harus aku katakan selanjutnya?
"Selagi kau menatapku, aku melihat kerutan dikeningmu. Tidurlah yang cukup jika kau tak mau cepat tua. Aku hanya memberikan vitamin disitu." 
"Itu kau sebut vitamin? bagaimana jika orang salah paham melihatnya? Astaga.. semua penggemarku akan menjauhiku." Ujarku terkekeh. Hatiku rasanya kacau. Ini pertama kalinya aku dicium oleh seseorang. 
"Untuk apa memikirkan penggemar jika kau masih punya aku?" Ia menatapku tajam.
"Apa Rob Budiman orang yang bisa kupercaya?" 
"Tentu saja, aku akan selalu ada disampingmu. Bagiku, kau itu Tiara."
"Tiara? siapa dia? artis terkenal?"
"Dia adikku yang sudah meninggal. Kau mengingatkan aku padanya."
"Apa dimatamu, aku ini adikmu?"
"Iya".

Hanya itu percakapan terakhir kami. Baginya aku hanya seorang adik. Jika aku lebih lama memperjuangkan perasaanku apa aku masih tetap adiknya? Apa dia pura-pura tidak peka, atau tak punya perasaan?
Seharusnya ia bisa tahu kenapa aku selalu mendekatinya, kenapa aku menghabiskan waktu hanya untuk menemaninya bercerita, seharusnya dia bisa membacanya. Tapi dia buta. 

8 tahun sudah kita tak pernah bertemu semenjak lulus SMA. Aku begitu penasaran bagaimana rupa wajahnya, bagaimana suaranya, bagaimana cara ia berbicara, semua itu hampir kulupakan.
"Tok tok" Sepertinya ada seseorang yang mengunjungi rumahku. Kubuka pintu dengan harapan besar bahwa itu Rob. 
"Ada surat mbak".
Hanya tukang pos. Ketika pintu rumahku terketuk, aku selalu berharap itu Rob. Tapi nyatanya, bukan sama sekali.
Aku menerima sebuah amplop putih dengan pita emas yang meninggalkan kesan elegan. Kubuka perlahan.
Surat undangan pernikahan.
Biasanya, setelah aku menerima surat undangan aku akan tersenyum, seperti ikut berbahagia dengan pernikahan teman - temanku. Tapi hari ini berbeda. Hari ini tak secerah biasa.
Aku menitikkan air mata diatas kebahagiaan seseorang disurat ini. Salahkah jika aku bersedih? 8 Tahun meninggalkan aku. Dan sekarang kembali dengan surat? Dengan siapa dia akan menikah? apa wanita itu lebih cantik? apa ia lebih pintar memasak? jika itu alasannya aku akan belajar memasak dan pergi ke salon tiap hari. agar ia dapat melihatku sebagai perempuan. bukan sebagai adik. Aku benci menjadi adiknya. Sungguh aku benci.
Pernikahannya, jangan harap aku akan ada disana.
***

Monday, November 18, 2013

Pemuda Papan Tulis (cerpen)

Pemuda Papan Tulis

Pagi ini awal September. Seperti biasa, aku menunaikan kewajibanku untuk menjadi siswa rajin yang sudah berada di sekolah pagi-pagi buta. Kulirik jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 6.30 pagi. Kakiku melangkah dan memijaki paving yang biasa kupijaki, melewati pohon mahoni yang biasa kulewati disetiap harinya. Entah apa yang menyihirku untuk tetap melewati jalan penuh lumut itu.
Mataku agak terbelalak melihat pintu kelas yang agak terbuka. Merasa sedikit ada yang aneh pagi itu, langkah kaki kupelankan sehalus mungkin. Sebenarnya aku takut hantu. Kutarik sedikit pintu kayu yang berdecit nyaring. Cepat-cepat kuhidupkan lampu dan… “Tek”
Seseorang berdiri di depan papan tulis menggunakan jaket OSIS. Ternyata hanya orang. Kulonggarkan dadaku yang agak sesak ketakutan.
“Kenapa pagi-pagi sekali?” Tanyaku lirih
“Kamu sendiri, kenapa pagi-pagi sekali?” Ucapnya meniruku.
“Kamu tak tahu aku? Aku ini Irina, si penghuni kelas.” Ujarku bangga.
“Oh ya? Tapi sekarang tidak lagi.” Ujarnya menyunggingkan senyum lalu meninggalkanku dengan kaki yang masih kaku.
 Mungkin ada dua alasan kenapa badanku gemetar pagi ini. Yang pertama, diluar awan-awan kelabu memang sedang menaburkan titik – titik airnya. Yang kedua, orang itu. Pemuda papan tulis dengan senyum yang manis dan mempesona.
***
Menurutku menjadi siswa itu sudah cukup menderita, dan penderitaan ku semakin menjadi-jadi ketika aku harus dipaksa les setiap hari minggu. Oh God, kenapa? Banyakkah dosaku dimasa lalu sehingga kau hukum aku seberat ini?
Kuseret kakiku melintasi koridor tempat lesku. Disudut belakang ruangan, tampak kursi kosong yang memikat  hatiku. Dengan duduk di belakang pastinya aku akan leluasa baca novel. Dibandingkan mendengarkan ocehan guru biologi, aku lebih bersemangat membaca novel “Janda Kembang” yang belum pernah kusingkap dari bulan lalu akibat mewabahnya tren belajar menjelang UN. Mau tak mau, aku pun juga terpaksa mengikuti tren yang sangat didukung mati-matian oleh kedua orang tuaku.
“Eh, penjaga kelas! Sssttt…” Bisikan seseorang menyadarkanku dari fantasi cerita yang aku baca.
Kuangkat wajahku perlahan. Pemuda papan tulis itu duduk dikursi yang ada didepanku. Deg… Untuk pertama kalinya aku lupa bagaimana caranya bernapas, bagaimana caranya berkedip, dan untuk pertama kalinya aku lupa bagaimana caranya berbicara.
“Hey, sssttt…” Sekali lagi dia membangunkan aku dari koma mendadak yang kualami barusan. Rasanya, sesak, dan serba lupa ingatan. Sulit dideskripsikan.
“Kamu? Kenapa disini?” Ucapku polos.
“Disini itu tempat belajar biologi. Bukan buat belajar jadi janda kembang.”
Astaga, aku langsung menyingkirkan bacaanku ke dalam tas gendongku. Oh, malunyaa..
“Iya, sekarang aku belajar.” Tukasku bersemangat.
Pemuda itu kembali menghadap ke depan, namun beberapa detik kemudian ia kembali membalikkan badannya ke belakang.
“Ini, catat dari awal.” Pemuda papan tulis itu menyodorkan catatannya padaku yang baru terisi satu seperempat halaman.
“Lalu kamu catat dimana?”
“Disini” Ujarnya sembari mengetuk-ngetukan jarinya di pelipis kanannya.
“Satu lagi. Kalau bosan, permen bisa mengatasi segalanya.” Sambungnya melempar sebungkus permen pedas manis rasa rujak.
Aku tak tahu benda apa yang sudah menghantamku, tapi sejak hari ini aku tiba-tiba sangat amat begitu menyukai les di hari minggu.
***
Dulunya, aku menganggap remeh motivasi. Bagiku motivasi itu hal omong kosong. Aku merasa hidup di dunia yang hampa dan tak ada motivasi dalam catatan harianku. Tak heran kalau aku benar-benar merasa sendirian sampai aku menemukan cahaya yang menuntunku pada pemuda papan tulis itu. Pemuda itu, seakan oase yang memberiku mata air penyelamat nyawa yang hampir dehidrasi. Pemuda itu, menyihir hatiku.
Entah berapa hari, berapa minggu dan berapa bulan telah kulalui masih dengan rasa dan motivasi yang sama. Sayangnya aku bukanlah gadis yang ekpresif yang dengan gampangnya mendekati pemuda. Aku masih terlalu takut berada disekelilingnya. Bahkan hanya memandangnya saja sudah membuat keringatku mengucur dua liter.
Hari itu, aku membuatkannya sesuatu. Aku berniat untuk menyatakan perasaanku. Dalam selembar kertas, kutulis curahan hati yang telah tertanam subur di hatiku. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku suka, bahwa aku tertarik padanya sejak lama. Setelah beberapa kali merangkai kata, kutempel bungkus permen pemberiannya dulu. Permen anti bosan yang pernah ia katakana padaku. Dan semenjak itu, aku tak pernah absen membeli permen itu. Bungkusnya masih kusimpan sampai sekarang.
Perasaanku kacau ketika surat pernyataan cinta itu telah rampung kuselesaikan jam 5 subuh. Ada cambukan keraguan yang terbersit di benakku. Rasa yang bercampur aduk antara takut, malu, tidak percaya diri, canggung menghiasi degup jantung yang berirama lebih cepat dari biasanya.
Oke, sudah kuputuskan aku akan memberikan surat padanya pagi ini di kelas.
***
Layaknya kebiasaanku, aku melintasi paving berlumut yang mulai merebak seiring berjalannya waktu. Aku melangkah agak melambat, bukan karena lumut yang kupijak, bukan karena aku takut hantu. Tapi karena mataku menangkap pemuda papan tulis itu di bawah pohon mahoni. Namun, sepertinya ia tak sendirian. Ada seseorang yang duduk disebelahnya, namun ia tertutupi pohon mahoni besar yang sering kulewati. Aku agak gugup. Mungkin saja itu Vino teman sebangkunya. Aku mulai takut dan ragu untuk menyerahkan surat pengakuanku ini disaat ia bersama temannya.
Aku menghela napas panjang. Kukumpulkan keberanianku, kubulatkan tekadku. Hari ini, di tempat ini, aku harus menyelesaikan urusan perasaan yang perlahan mulai menyiksaku.
“Tap tap tap…” Derap langkahku berhenti didepan pemuda papan tulis itu dan teman disampingnya kini jelas terlihat.
Jantungku bahkan telah kehilang iramanya saat pemuda itu menghampiriku.
“Irina, hai. Kalau ke kelas, tolong hapus coretan-coretan di papan tulis ya.” Ujarnya menepuk bahuku.
“Iyaa, hei.. Aku mau, mmmhh.. aku eee” Otakku mendadak tak berfungsi lagi. Layaknya anak yang belum lulus dari Taman Kanak- Kanak, suaraku berat dan agak tergagap.
“Kenapa?” Potongnya
“Siapa dia?” Bodohnya aku, bodoh bodoh… ingin rasanya aku mengutuk diri sendiri. Aku benar-benar tak mengerti kenapa pertanyaan semacam ini yang keluar dari bibir kakuku.
“Oh, ini Ranti pacarku. Dia adik kelas kita. Masa iya kamu tidak kenal.”
Mendengar pernyataannya barusan, benar-benar seperti ada petir dikepalaku. Dadaku rasanya remuk dihantam ombak. Pacar? Jadi selama ini dia telah berpacaran?
“Ohh, aku mau ke kelas.” Jawabku singkat.
Dia semakin menelusuri wajahku yang berubah seketika. Aku tak peduli jika dia melihat genangan air disudut mataku. Aku tak peduli jika dia melihat tanganku yang sedang meremas sebuah amplop. Seandainya dia tahu kertas apa yang ada di dalamnya, apakah dia akan tetap menunjukkan pacarnya yang lebih cantik itu didepan mataku?
Buru-buru aku berjalan meninggalkan mereka. Lanjutkan saja memadu kasih disana. Lanjutkan saja.
Bendungan dimataku telah jebol. Beruntung aku tidak menangis di depan mereka. Kutatap amplop yang telah kusut. Berakhirlah sudah, pemuda itu memang memberi perubahan yang besar dalam hidupku. Karenanya aku membenci permen rasa rujak itu. Karenanya aku tak lagi datang ke sekolah pagi-pagi buta, aku tak lagi melewati jalan paving berlumut dibawah pohon mahoni itu.
***
Sejak setahun kejadian itu, aku masih menyimpan amplop kusut itu, diam-diam aku bolos kuliah hanya untuk pergi menjenguk pohon mahoni di SMA ku dulu. Diam-diam aku masih merindukan sosok pemuda papan tulis itu, diam-diam aku masih menyukainya. Kubuka amplop kusut itu untuk pertama kali setelah setahun.
Tertera bait terakhir yang membuatku tercekat.
Bulir bening pun menghantam kertas putih yang kugenggam. Ketika aku bertanya bagaimana kabarnya sekarang, dia takkan pernah berpikir tentang keadaanku. Entah apa yang sedang dilakukannya sekarang. Harapanku hanya satu. Semoga Tuhan mempertemukan kita kembali. Karena aku tak merasa bahagia tanpa pemuda itu.

Kutatap sekali lagi bait terakhir itu. Dan untuk pertama kalinya aku berteriak dalam hidupku.

“Aku menyukaimu Arda.”

Saturday, November 16, 2013

sunmon :)

Sunday morning comes ^^
aku selalu suka hari minggu pagi, mmhh yaa alasan umumnya karena setiap hari minggu itu liburr :D
Minggu ini aku lagi  Mid Test. Hanya bisa berharap semoga nilaiku tidak jelek dan aku nantinya bisa menempuh studiku tidak lebih dari 3 tahun. Honestly, aku ingin cepat-cepat bekerja. Menjadi siswa itu menyusahkan. Belum lagi tugas-tugas yang menumpuk. Baru saja semester satu sudah banyak tugas, bayangkan kalo sudah semester 3, semester 5... bisa mati terjejal tugas kalo gini. Tips untuk tugas biar cepat selesai yaa.. susah-susah gampang sih. Intinya kita mesti ada niat, dan kesadaran dari dalam diri. dan yang paling penting... don't wasting your time. jangan buang-buang waktu untuk hal yang gak jelas. Mentang-mentang minggu ini cuma ada tugas satu dan dikumpulnya bulan depan, jangan baru buat buat bulan depan. Buat tugas itu sekarang. setelah dikasi tugas. Kalo tugasnya kelompok, ya bagi-bagi jangan kita sendiri yang mengerjakan. takutnya ada anggota kelompok lain yang gak sependapat sama makalah yang kita bikin kan jadi sia-sia buat, capek tenaga, waktu sia-sia, duit ngeprint jg kebuang. kalo mau buat sendiri, konsultasiin dulu sama anggota kelompok, ada saran atau ide gak.. nanti kita yang nyusun makalah dari bahan-bahan yang udah di search sama temen-temen anggota klmpk kita. nah kalo udah selesai, chek makalah bareng-bareng. udah fix... ya tinggal di print aja. sebenernya gampang aja kalo udah dijalanin. kalo dipikirin terus ya kapan jadi-jadi? the point is.. tugas ada bukan untuk dipikirkan tapi untuk diselesaikan :)



happy holiday everybody ^^



Wednesday, November 13, 2013

Aku kembali ^^

Yaah Sudah lama tak menulis lagi yaa... sepertinya blog ini sudah mulai berdebu, mungkin karena kesibukan yang mulai aku lalui akhir-akhir ini. Maklum lah anak kuliahan. Anyway, rasanya cepat sekali berlalu. Padahal aku merasa belum begitu cocok menjadi anak kuliahan seperti sekarang ini. Rasanya aneh, bukannya tidak suka, tapi aneh. Tapi ya... tak apalah yang penting aku bisa mengerjakan yang aku sukai, bukan harus terpaksa menyukai hal yang aku kerjakan. Bidang ini mungkin yang terbaik untukku.
Aku mengambil jurusan D3 Analis Kesehatan di STIKes Wira Medika PPNI Bali.

You know? awalnya aku sama sekali gak pernah berpikir, berniat, dan berencana untuk mengambil jurusan itu. Target utamaku dulu ingin menjadi perawat. Tapi ya.. ada batu sandungan yang menahanku.
Saat itu aku benar-benar bersemangat untuk ikut tes di salah satu sekolah Kesehatan Negeri di daerah asalku. Aku kerahkan seluruh kemampuanku, materi, bahkan waktuku yang amat berharga demi impianku buat be a nurse. Saat pengumuman via web, pengorbananku membuahkan hasil. Aku lolos tes tulis jurusan D4 Keperawatan dan amazingnya aku berada di peringkat 9 diantara 43 orang yang lolos dan diantara beratus ratus peserta. Bisa dibayangkan how perfectly happy I'm pada saat itu. Tapi itu bukan akhir. Aku masih harus melewati test fisik yang membutuhkan beberapa persyaratan mutlak. Nah.. ini yang kubilang batu sandungan tadi. Mungkin peserta yang lolos dan memiliki tubuh yang sesuai persyaratan tidak menganggap serius tes fisik atau tes kesehatan ini. Tapi aku yang notabene berukuran lebih 'mini' dari mereka tentu saja was-was. Ketika tes kesehatan dilaksanakan, dokter-dokter itu tak bertanya tentang kelemahan yang saya miliki. bahkan tidak ada pihak yang menegur "hey kamu terlalu pendek" atau "kamu tidak akan lolos tes ini". jadi sesudah tes saya tenang-tenang saja. Apalagi ada salah satu peserta yang lolos sebut saja AC yang memiliki tinggi badan 2 cm lebih pendek dari aku. Tinggi badanku yaaa... 147 cm. untuk masuk ke sana harus memiliki tinggi badan minimal 150cm.

Tibalah saat yang paling menegangkan. Hari yang selalu aku tunggu-tunggu. Hari dimana aku berhenti berharap. Hari dimana aku harus mengetahui jawaban akhir dari pengorbananku. Dengan gemetar aku buka web, aku download file 'Pengumuman tes kesehatan D4 Keperawatan'
Aku tak berani melihat namaku di nomor urut 9. jadi aku lihat nama-nama peserta dari no urutan 43. Aku lihat nama AC lulus. Disana lah harapanku mulai meninggi. Dalam benakku terlintas "AC yang notabene lebih pendek aja lulus. Pasti aku lulus juga" Optimismeku mulai memuncak... Namun  terpental jatuh hingga feeling down akut ketika aku lihat no urut 9 dengan nama NI PUTU IKA SUKMADEWI dinyatakan TIDAK LOLOS. Bisa imagine gimana perasaanku saat itu? Otomatis saja aku menangis sejadi-jadinya. Saat itu aku merasa menjadi mahkluk yang paling menyedihkan yang baru saja tertimpa kasus ketidakadilan. Why? Why? kenapa dia lolos tapi aku tidak? aku tidak buta warna, gigiku bersih, aku bahkan ke dokter gigi untuk servis gigiku agar menjadi putih pada saat tes kesehatan. Aku terima jika tinggi badan menjadi alasan kenapa aku failed. tapi harusnya si AC itu juga dong. Kenapa dia yang jelas-jelas memiliki kekurangan sepertiku, harus diloloskan? Tidak, aku tidak menyalahkan AC, tapi siapa yang mesti disalahkan? Ada apa dibalik semua itu? ada permainan uang atau relasi kah?
Who knows?

Seiring waktu berlalu, akhirnya aku memilih D3 Analis Kesehatan sebagai pelabuhan terakhirku. Bidang yang kini aku sukai. entah kenapa aku sekarang sangat bersyukur atas kegagalanku. Aku tak mengada-ada. Aku tak berusaha menghibur hati. Jika aku harus memutar waktu kembali, aku akan mengubah niatku untuk mencari analis. Disini sangat menyenangkan. Tugas kita di laboratorium. Semester awal ini sih aku baru diajarkan dasar-dasar nya saja. Seperti pengenalan alat-alat lab, membuat reagen (bahan kimia), membuat media pertumbuhan bakteri, belajar teknik mengambil darah vena (aku kira awalnya ini hanya tugas perawat). Pokoknya aku sangat enjoy.
Inilah foto''ku saat praktik di laboratorium ^^


Buat Media Lactose Broth 


ini beneran darahku looo.... ngerii? kalo dibayangin emang ngeri, tapi pas ditusuk, tidak sakit. tapi ketagihan hihihi

Saat belajar teknik pengambilan darah vena

Monday, May 27, 2013

Sampaikan ke Surga, Tolong


Sebelumnya aku pernah melihat, beberapa orang menangis ketika mereka telah kehilangan orang yang mereka cintai. Terkadang, tak ada satu pun yang menangis padahal mereka telah kehilangan salah satu anggota keluarga mereka. Aku tak tahu pasti bagaimana rasanya karena aku belum pernah merasakannya. Mungkin pernah sekali. Ketika aku kehilangan Ramon. Anjing kesayanganku. Aku memang menangis. Hanya saja saat itu aku belum sedewasa sekarang. Aku mungkin tidak terlalu peka dengan apa yang terjadi. Mungkin bukan rasa sedih yang muncul saat itu, tapi rasa benci yang teramat sangat pada seseorang yang membunuh anjingku dengan sengaja. Beberapa kali kami meyakinkan bahwa anjing kami tak mengidap penyakit rabies yang memang sangat tenar pada waktu itu. Namun, sia-sia. Mereka tetap saja membunuhnya. Tidak adil.

Selain Ramon, aku juga kehilangan kakek. Tapi jauh sebelum aku lahir. Bisa dibilang aku bukan kehilangan, tapi aku memang tak pernah punya kakek. Aku tak mengenal siapa dia, bagaimana rupanya, bagaimana hidungnya, matanya, seberapa tingginya, bagaimana suaranya..
Dimanakah mereka sekarang? Ramon dan kakek. Apakah mereka bahagia?
Mungkinkah mereka mengenal satu sama lainnya?
Aku sangat bahagia, jika mereka benar-benar melihatku dari atas sana.
"Kakek, jaga dirimu baik-baik ya? Ika bahagia disini. Ika sehat, punya keluarga dan sahabat yang sangat sayang sama Ika. Apa kakek sudah bertemu dengan Tuhan? Tolong sampaikan padaNya ya kek, Ika sangat berterimakasih karena Dia begitu baik pada Ika. Ika ingin bertemu dengan kakek seperti dulu. Walaupun saat itu kakek menemuiku dalam mimpi, tapi satu hal.. Kakek begitu persis dengan di foto."
"Ramon, kau jangan membuat ulah disana ya? Apa kau senang tinggal di surga? Kurasa kau memang sangat bahagia. Jangan pikirkan aku disini. Ada Picco yang menemaniku. Dia juga tak terlalu nakal. Tapi kalian mirip. Kebiasaan kalian menangkap tikus. Aku masih ingat itu. Kau jangan cemburu pada Picco ya? Karena aku sayang sekali pada kalian berdua. Kalian anjing kesayangan Ika Sukmadewi. Predikat itu tak pernah berubah."
Hanya kalimat-kalimat itu saja. Agar sampai di surga. Di tempat mereka berada. Kakek, Ramon, Aku sayang kalian.

Haruskah Aku Marah?

27 Mei 2013-Jam dinding hari ini menunjukkan pukul 6 sore, pesan singkat yang masuk ke handphoneku membuatku tersadar dari tidur soreku yang panjang.
 "Kau berhasil?" tertera tulisan singkat di layar
Aku terkesiap, hari ini memang hari yang kunanti. Pengumuman itu.
Tanpa membalas pesan singkat itu kuraih lapto beserta perangkatnya dan dengan kasar kutekan tombol 'power' di keyboardnya. Rasa khawatir tiba-tiba merayap ke ulu hatiku. Tanpa membuang-buang waktu lagi kupasang modem ke laptop tuaku.
Kubuka websitenya, kuketik nomor NISN dan tanggal lahirku. Mula-mula yang muncul hanya layar laptop yang putih, potongan-potongan keresahan itu pun terjawab sudah. Namaku terpampang jelas disana. Kugeser kursor semakin kebawah. Rasa penasaranku terjawab sudah. Ada rasa lega disana. Namun, lebih dari itu ada sebuah cambukan yang menyakitkan. Aku gagal. Aku tak berhasil. Aku tak mengerti perasaan macam apa yang telah merasukiku saat ini. Entah sedih, kecewa, marah, muak, semua berbaur menghantamku. Bagus. Rasanya seluruh duniaku runtuh saat ini. Aku memang sangat marah. Tapi kemana aku harus marah? pada diriku? apa kegagalan adalah suatu kesalahanku? kurasa iya. Jadi, aku harus memang marah pada diri sendiri. Biasanya jika aku marah terhadap seseorang, aku tak pernah mengajaknya berbicara. Bagaimana mungkin aku tak berbicara pada diriku sendiri? Apa itu masuk akal?
Tuhan, masihkah ada kesempatan untuk semua ini? Akankah kau bukakan pintu atas cita-cita yang selama ini kudambakan?
Aku benar-benar menginginkannya. Bukan untuk diriku sendiri, tapi untuk orang-orang yang aku sayangi.

Thursday, May 16, 2013

Cerpen (Dentingan Harmony)


Dentingan Harmony


-Harmony-
Setelah sebulan semenjak kelahiran adikku, kini hidupku begitu ramai dan berwarna. Rasanya seperti berada di taman bunga setiap hari. Danny lucu sekali, rambutnya ikal saat pertama kali ia terlahir di dunia. Namun begitu kami memotongnya, tiba-tiba rambut ikalnya tumbuh kembali dalam wujud yang lurus. Jadi namanya bukan ikal lagi. Aku sayang adikku, mama dan papa yang paling senang. Mereka memang selalu mengidamkan lahirnya bayi laki-laki. Walau anak itu memang menggemaskan, tapi dia bisa berubah menjadi anak yang menjengkelkan ketika dia poop di celana. Aku benci itu, sungguh.
Aku juga membenci hari ini, mereka tak ingat hari Ulang Tahun ke 5 ku karena terlalu sibuk dengan Danny. Dia benar-benar mengubah semuanya bahkan kebahagiaanku dia rebut. Mama dan Papa. Aku kira segalanya akan berubah ketika ia dewasa nanti, suatu hari pasti semuanya akan kembali normal seperti sebelum Danny berada diantara kami.
***
“Mama.. Lihat!” Seru Danny girang, tangannya terlihat membawa selembar kertas.
“Ohh.. Honey, kau juara kelas lagi? Mama sangat bangga padamu.” Nyonya Santoso memeluk anak kesayangannya.
“Apa aku boleh mendapatkan hadiahku?” Mata Danny berbinar teringat akan hadiah yang paling ia inginkan semenjak tahun lalu.
“Tentu saja. Apapun yang anak mama inginkan.”
Mereka terlihat sangat akrab, hangat dan saling menyayangi.
Disudut ruang keluarga, tampak gadis 14 tahun mematung sendu ke arah  kebahagiaan ibu dan anak laki-laki itu. Setetes demi tetes butiran bening di matanya bergulir. Piala yang sejak tadi ingin ia tunjukkan kepada sang mama kini tak ada artinya lagi. Dalam suasana rumah yang hangat dan nyaman, satu-satunya hal yang ia rasakan hanyalah kedinginan. Tanpa hangatnya sambutan keluarga. Baginya, mama dan papanya adalah motivasinya. Tapi sekarang ia seperti kehilangan semuanya. Kepercayaan dirinya, seakan sirna.
“Kak Mony, lihat kak! Danny punya gitar. Masa cuma kakak yang punya piano, Danny juga harus punya alat musik.” Cibirnya menghampiri sang kakak di kamar.
“Itu bukan piano kakak, itu punya kakek.”
“Kenapa ditaruh di kamar kakak? Kenapa bukan di kamar Danny aja?”
“Soalnya dulu pas kakek meninggal, Danny baru lahir. Bahkan mama dan papa gak peduli sama keadaan kakek gara-gara kamu lahir. Cuma piano ini yang kakak punya buat mengenang kakek.”  Kali ini Mony terlalu marah. Adiknya selalu membesarkan masalah. Ia harus memiliki benda yang kakaknya punya. Bahkan dia harus terlihat lebih beruntung dari Mony.
“Kok salah Danny? Kakak jahat. Danny akan bilang sama mama papa.” Ancam Danny mendelikkan mata.
“Sana bilang, kakak gak takut. Dasar mamaboy.” Balas Mony tak mau kalah. Api amarahnya semakin berkobar-kobar dihadapan Danny.
Danny berlari ke ruang keluarga sambil menangis tersedu-sedu. Tak lama setelah itu sang Mama terlihat marah membawa sapu lidi. Yahh.. sepertinya kiamat sudah mendatangi gadis malang itu.
***
-Harmony-
Tubuhku meringkuk kau cambuk, apa kalian tak merasakannya?
Hatiku pedih kalian lukai, apa kalian tak merasakannya?
Jiwaku lelah, ingin menyusul kakek.
Andai saja kakek disini bersamaku, aku mungkin akan dibela didepan kalian semua.
Kakek,apa di atas sana kakek bahagia?
Apa disana banyak ada taman bunga seperti yang selama ini kakek ceritakan?
Apa malaikat surga benar-benar ada?
Aku juga ingin disana bersama kakek. Salahkah aku menginginkan hal itu?
***
Penanya berhenti menari, tubuh kurusnya beranjak meninggalkan buku harian ungunya menuju piano tua yang selama ini menjadi penjaga hatinya. Dentingan melodi  ia alunkan, iringan lagu sendu itu senada dengan rona hati kelabu yang menyelimutinya setiap hari.
Matanya terpejam sesekali menguak kembali kenangan tentang almarhum kakek kesayangannya. Butiran bening kembali membasahi pipi tirus itu, ia terisak perlahan.. dan semakin menjadi-jadi. Kakek, hanya itu yang ia butuhkan sekarang. Lelaki tua yang dahulu begitu menyayanginya, begitu membanggakannya.
“Kakek, kakek, kakek, kakek..” Ia sebut nama beliau berulang-ulang.
“Aku butuh kakek, hanya kakek. Sekarang semuanya menjauh dari Mony kek.”
Ia terus saja mencurahkan segala tekanan batinnya diatas piano tua itu. Setiap dentingnya penuh dengan emosi – emosi yang berkelebat di hatinya.
“Seandainya aku bisa memilih, kakek atau hidupku sendiri, tentu saja aku akan memilih kita berdua. Kakek dan aku. Karena kita berdua tidak akan terpisahkan. Bahkan setelah kakek di surga, bukan berarti kakek meninggalkanku. Kakek tetap disini kan?” Gadis itu tersenyum sembari menyentuh dadanya, merasakan kehadiran malaikat didekatnya.
“Kakek.”
 ***
-Harmony-

Kau dengar itu? Dentingan di setiap hariku
Hanya karenamu aku bernada
Alunan sederhana kupersembahkan untuk malaikat surgaku
Tak terbendung rasa rindu ini, tak terhitung betapa ku ingin bertemu
Entah semusim, atau dua musim. Segalanya berlalu begitu cepat
Kuharap hembusan angin itu adalah engkau yang hadir menyapaku
Aku merindukanmu, malaikatku.