Pages


Thursday, December 5, 2013

Tak Seharusnya

Seorang pemuda yang telah kukenal 3 bulan yang lalu tampak berdiri di depan pagar rumahku. dengan membawa setangkai bunga mawar merah, bisa kutebak apa yang akan ingin dia sampaikan kepadaku.
 "Aku menyayangimu. Kau mau menjadi pacarku?" Iya meraih tanganku.
Lama tak ada suara yang keluar dari bibirku. Sepertinya ia mulai gelisah menanti apa yang ia tunggu-tunggu. Sebuah Jawaban.
Aku setengah menunduk, jujur aku tak tahu harus menjawab apa. Kurasakan kegelisahanku dapat diterka olehnya. Aku mengangkat wajahku yang setengah pucat.
"Iya." Ujarku singkat. Aku bahkan tidah menyangka bisa-bisanya kata ini yang terucap.
Ekspresi wajahnya mulai bereaksi. Berkali-kali ia memperlihatkan wajah seperti orang yang baru saja memenangkan lotre. Aku raih mawar merah yang ia berikan padaku, kupandangi bunga itu. Rasanya aku tidak sebahagia bunga yang mekar itu. Sepertinya ia salah memberikanku bunga. Karena hatiku tak semekar sang mawar ketika mendengar pengakuannya jika pemuda itu benar-benar menyayangiku. Tetapi, kata orang, kita tak boleh menarik ucapan kita sendiri. Jadi mau tak mau, aku harus membayar apa yang telah kubeli, aku harus menjalani hubungan ini. Walaupun aku sendiri tak yakin, seberapa tangguhkah aku mempertahankan hubungan yang bukan atas dasar cinta. Semoga hubunganku dengannya bisa mengalihkan segala perhatianku dari seseorang di masa lalu yang pernah menjadi motivasiku, yang pernah menjadi matahariku. Namun seseorang di masa lalu itu tak pernah kumiliki. Iya hanya bayangan semu yang bergerak menari-nari di dalam benakku setiap harinya, ia tak lebih hanya sinar menyilaukan yang tak bisa kuraih. terlalu sulit bagiku mengganti seseorang di masa lalu itu dengan siapapun. Termasuk pemuda yang satu ini.

Hari demi hari kulalui dengan pemuda itu. Namun apa yang kurasakan? sedikitpun aku tak merasa bahagia ketika aku melihat sms darinya, mendengar suaranya, bertemu dengannya. Tak sedikitpun aku merasa bahagia saat ini. Aku merasa menyesal, bersalah atas keputusan bodohku. Beberapa kali aku mengutuk diri sendiri, aku telah menyakiti pemuda itu. Tak seharusnya aku menjawab 'iya' ketika ia memintaku untuk menjadi pacarnya. Aku tak tahan pada semua omong kosong bahwa aku menyayanginya. Aku tak sanggup berkata bahwa aku mencintainya, karena nyatanya itu tak pernah terjadi. Jauh di dalam hatiku, telah terukir nama seseorang yang bahkan telah bersama orang lain. Mawar itu, tak seharusnya aku menerimanya. Harusnya, aku mengembalikannya. Maafkan aku, aku tak bisa mencintaimu, seperti kamu mencintaiku.

No comments:

Post a Comment