Pages


Monday, June 25, 2012

Aku #2

I remember when you hurt my heart perfectly 
"Kenapa kau seperti ini? Kenapa kau baru muncul sekarang?" Kata-kataku muncul diiringi suara serak dari tenggorokanku.
Ia akhirnya membalikkan badan dan menatap mataku. Astaga, kedua mata itu terlihat begitu lain. Tidak, ini seperti bukan dirinya. Makhluk apa yang ada dihadapanku? Dosakah aku jika kuakui ia begitu berbeda?
"Kau mau apa lagi?" Dari semua perbedaan itu satu hal yang tetap sama dari dulu, suaranya yang terasa begitu hangat.
"Apa kau tak merindukanku sedikitpun?"
Diam, hanya itu yang dia bisa. Kenapa ia tak mampu menjawab pertanyaan yang begitu sederhana seperti itu?
"Apa kau akan sedih jika aku pergi lagi?" Akhirnya ia membuka percakapan. Mataku terbelalak lebar mendengar ucapan lirihnya. Aneh, aku dapat merasakan getaran lain dari suara itu. Penuh dengan rasa kekhawatiran. Kenapa aku tahu? Aku tentu tak dapat membaca pikirannya, namun aku dan dia sudah sangat lama. Apapun yang coba ia sembunyikan dariku, aku bisa menerka itu dengan benar.
"Kau tahu itu, kenapa kau bertanya hal itu lagi?" Tanyaku lembut. Dia kembali diam seribu bahasa. Sadar akan hal itu, aku meminta maaf.
Sejenak ia mendeham, kemudian menatapku lekat-lekat. Diperlakukan begitu, mataku rupanya tak dapat menyembunyikan sejuta ekspresinya. Aku sendiri masih bingung rasa apa yang mesti kulukiskan pada kertas kosong kehidupanku. Entah saat itu aku merasa sedih, tapi untuk apa sedih jika seseorang yang sangat kita sayangi berada di dekat kita. Mungkin bahagia, tapi bagaimana bisa bahagia jika orang yang kita sayangi bahkan dekat dengan kita terlihat jauh berbeda dengan sebelumnya. Aku sungguh bingung.
Tetes demi tetes mutiara air itu bergulir dari sudut mataku. Ia agak trenyuh, satu langkah ia mendekat. Dua langkah, hingga kita berhadapan begitu dekat. Ia menggapai tanganku yang lemah, menggenggamnya erat. Bisa kulihat ada air tergenang di kedua matanya. Ia menangis.
"Ika" Suara seraknya kembali terdengar begitu halus.
"Tolong sebut namaku sekali lagi" Pintaku lirih
"Ika" Ujarnya sesenggukan. Ia mendekapku kuat, kurasakan beban yang selama ini ia pikul. Seberapa menderitanya ia selama 6 tahun itu? Apa terlalu berat kah sampai ia tak mampu lagi?
"Walaupun kau tak merindukanku, aku tak peduli. Walaupun kau dingin padaku, aku tak keberatan. Karena yang aku tahu, hatimu tetap akan memeluk hatiku seperti sekarang ini." Aku tersenyum dibalik pelukannya.
"Ika, tolong jangan buat seakan aku tak mempedulikanmu lagi"
"Lalu tadi itu kenapa kau terlihat seperti tak pernah mengenalku?"
"Tidak semua hal itu berakhir indah, kau tahu itu kan? Kebahagiaanmu dan kebahagiaanku suatu saat akan ada hal yang harus kita bayar sebagai manusia."
"Apa yang kau bicarakan? Sungguh, aku tak mengerti." Mungkin benar, selama kita menjalin hubungan, aku selalu dapat mengetahui isi hatinya. Namun lain dengan saat itu. Aku merasa buta. Hatinya tak bicara padaku. Hanya membisu.
 #2

No comments:

Post a Comment