Pages


Tuesday, October 11, 2016

Genangan dan Kenangan

Redalah hujan diluar, menyisakan genangan diantara akar pepohonan. Sedangkan genangan lainnya tak kuasa tumpah dari sudut mata bersamaan dengan aksara yang mengapung. Syair dan irama yang lalu – lalu kemanakah ia akan sampai? Akankah ia mengalir ke hulu bersamaan dengan aksara yang tumpah itu? Atau ia justru akan tertinggal dan mengendap untuk waktu yang lebih lama? Kuharap waktu memilih memberikan tenggang untuknya, karena jika harus merelakan sesuatu yang indah pergi, tak akan sanggup tubuh ini berdiri tegak tanpa rusuknya. Tak akan sanggup anak panah itu meluncur tanpa busurnya. Tak akan sanggup biola bernada tanpa dawainya.
Kamu adalah melodiku, kehilanganmu sama saja ku menulis puisi tanpa rima. Kepergianmu sama dengan bencana bagiku. Kumohon jangan akhiri apa yang sudah berjalan dengan semestinya. Jika kuminta kamu menjadi teman hidup, segalanya tak akan benar dimatamu. Jika kuminta kamu untuk pergi, itu juga tak akan benar dimatamu. Lalu kemanakah daun ini harus bertiup? Akankah ia akan terhempas tanpa tujuan? Akankah ia hanya menuruti terpaan angin sedangkan ia memiliki tujuan yang ingin sekali daun itu kunjungi?
Kamu adalah pelangiku, melewatkanmu itu suatu kesalahan. Aku harus menunggu hujan gerimis diantara hangatnya mentari yang belum tentu akan kudapatkan kembali di lain kesempatan. Sapta warnamu mempesonakan indra ku. Keberanianmu semerah warna pertamamu, jinggamu mengingatkan aku dengan air mukamu ketika dirimu tersipu. Hangatnya senyummu sekuning sinar mentari pagi. Didekatmu kurasa sungguh menyejukkan seperti warna hijau dan biru yang berpadu. Nila ungu yang pekatpun terasa lembut dan indah ketika menatap kedua matamu.
Ketika jemari kita mengait satu sama lain, aku merasa kamu melengkapi ku. Seakan aku telah menemukan potongan puzzle yang telah lama hilang. Namun kurasa kita tak se frekwensi. Getaran yang kurasakan tidak seirama dengan getaranmu. Ada hal lain yang kamu tunggu. Bukan aku. Namun entah kenapa aku selalu merasa kita berdua memang diciptakan untuk saling mengisi. Walaupun pada akhirnya yang kuisi bukan posisi teman hidup, setidaknya ada porsi lain yang akan kutempati di salah satu sudut hatimu. 
Dimanapun aku menyepi diantara sudut hatimu, jangan pernah lupa akan sesuatu. Jangan lupakan kamu pernah rindukan kita. Lalu untuk apa kamu memelihara rindu jika tak ada rasa yang terselip didalamnya? Lalu untuk apa kita melukis kenangan diatas kanvas jika aku tak boleh memasangnya di buletin utama?
Lalu untuk apa kita mengaitkan jari kelingking jika suatu saat kita tak akan bersama?
Lalu jika tak akan bersama, aku hanya ingin menatapmu saja. Aku tak ingin berlama – lama di dalam labirin yang penuh kenangan akan kita. Karena hanya akan memperpanjang lukaku sendiri. Memang sebaiknya aku menjauh dan kemudian akan ada jarak lagi diantara kita. Jarak yang tak terlalu jauh, namun sudah menentukan bahwa aku tak dapat menyeberanginya. Karena kamu melarang, maka akan kuhentikan segala jenis perasaan yang mendalam sejak 2 tahun ini.

No comments:

Post a Comment