Pages


Thursday, February 26, 2015

Kado dan Harta Karunku



Hai siapapun yang ada disana, Apa yang sedang kau rasakan? Bisa kau dengar bisikan lembutku terbawa helaan angin pagi?  Jika kau mendengarnya jawablah, untaian kata yang kutulis di atas lembar dedaunan coklat yang hampir tenggelam dalam irama gesekan pepohonan.


“Jawablah” Gumamku menahan lelah


“Karena gadis ini hanya akan menuliskannya sekali, selagi pepohonan disekelilingnya  masih menyanyikan lagu indah hari ini.” ~ Ikasukma

Aku tak ingin hanya memikirkan diriku sendiri. Bisa kau bayangkan hidup dalam hasutan hati jauh lebih rumit dari apa yang ku bayangkan. Beberapa musim yang lalu, aku bertemu seseorang. Aku merasa seolah mendapatkan kado indah dari Dewa surga. Aku menikmatinya, kado itu. Kado yang seolah menjadi pelipurku, semangatku, menolongku dan begitu menyayangiku bagaikan aku anak anjing lucu yang selalu dilindungi. Kado itu selalu ada untukku dan setiap hari dia tak henti-henti mengatakan jika dia mencintaiku bahkan tatapan matanya sangat tulus.
Mengalir, layaknya sungai yang jernih menyapu setiap lembaran daun di musim gugur. Dedaunan itu terbawa arus, membentur setiap bebatuan tajam hingga membuat permukaannya robek, tulang daunnya tak sempurna. Namun ia tetap memaksakan untuk mengikuti irama sungai kemanapun sungai itu bermuara nantinya. Ia tak punya pilihan lain, karena ia tak mampu berenang melawan arus. Bukan sungainya yang salah, juga bukan dedaunannya, apalagi angin yang menerbangkannya atau pohonnya yang tumbuh di tepi sungai yang jernih itu. Hanya saja keadaannya begitu menyulitkan hingga salah satu diantaranya harus berkorban.
Mungkin seperti itulah gambarannya. Aku dan kado yang kuterima itu. Aku berharap pada awalnya, semoga aku dan kadoku akan berakhir dengan kisah indah yang “happy ever after” layaknya animasi disney, namun ironisnya kisah nyata jauh berbanding terbalik dengan kisah fiksi. Aku sama sekali tak bisa begitu menyayangi kado yang ku terima, aku telah mencampakkannya. Kau tahu kenapa?
Aku menemukan sebuah harta karun dengan peti yang terbuat dari kawat namun isinya begitu berharga. Harta karun yang kutemukan begitu istimewa untukku. Tiap waktu yang dulu kuhabiskan bersama kadoku kini berubah. Aku kini hanya memandangi harta karun itu hingga lupa bagaimana perasaan kadoku jika dia mengetahui hatiku tak lagi bersamanya.

Mungkin orang lain yang mengetahui hal ini akan menganggapku sebagai penghianat, mereka akan menghakimiku layaknya narapidana yang seharusnya dieksekusi mati. Mereka mungkin akan membeciku dan segala hal yang berkaitan dengan bagaimana aku mencampakkan kado pemberian itu. Namun, tak pernahkah mereka ingin tahu rasanya berada di posisi rumit ini? jika mereka adalah aku, bisakah mereka lari sambil memikirkan bagaimana sulitnya terbebas dari hasutan hati yang menghantuimu siang dan malam. Mimpi buruk ini juga bukan keinginanku. Aku rapuh. Aku ingin bebas. Aku bahkan ingin melepaskan semuanya termasuk kado pemberian itu dan harta karun istimewa yang kutemukan. Hal yang menyayangiku dan hal yang kusayangi, keduanya sangat berharga untukku. Percayalah, aku hanya lelah berpura-pura menikmati aliran sungai ini. Sekarang biarkanlah aku menepi walaupun untuk sementara waktu. Jika aku mampu, mungkin aku akan kembali. 

No comments:

Post a Comment