|
@ikka_sukma |
Memendam,
suatu perasaan yang sulit dimana kamu berada dalam keadaan serba salah. Jika
kamu menahannya, sesak itu tak akan kunjung beranjak darimu. Namun jika kamu
memilih untuk mengungkapkan, akankah kabar baik itu menghampirimu? aku takut
mengungkapkan, ketika yang akan aku dapatkan hanyalah perubahan sikap olehmu
yang tak bisa ku prediksi sebelumnya. Aku takut mengungkapkan, karena aku
selalu berpikir bahwa kamu akan mundur selangkah demi langkah, setiap harinya
lalu kemudian menjauh, hingga lenyap seolah kita memang tidak pernah bertemu
sebelumnya. Dan aku takut mengungkapkan karena faktanya aku mengetahui kamu
menyukai orang lain.
Dunia ini
memang ajaib, ia menciptakan gelombang dan getaran aneh dalam diriku hanya
dengan melihat sosokmu, hanya dengan melakukan percakapan singkat denganmu,
atau melihat sesimpul senyum yang tak sengaja kau lempar padaku. Cukup itu,
lalu kupu-kupu dalam perutku tak henti-hentinya menggelepar, menggelitik,
membuat tawa indah yang mengisi disetiap hari-hari dan waktu luangku.
Saat ini aku
memang memilih hanya untuk diam, berpura-pura tak merasakan apa-apa namun
faktanya aku nyaris selalu ingin pingsan ketika berada di dekatmu. Aku akui aku
memang pintar menyembunyikannya. "Diam itu tai kebo" begitu yang
dikatakan Dosen mata kuliah komunikasi di tempat aku kuliah. Beliau memang
benar adanya. Semua kebisuan ini tak ada artinya, bagaimana bisa kamu tahu apa
yang aku rasakan, apa yang aku pikirkan, dan bagaimana degupan jantungku
menyambutmu setiap hari jika aku tak menyampaikannya. Sejujurnya aku ingin
sekali mengatakan hal ini padamu, namun aku tak memiliki cukup keberanian itu.
Dan jika aku
diberkati Tuhan, aku ingin suatu hari nanti kau melihat tulisan-tulisan yang ku
tujukan untukmu, dan aku ingin kamu mengetahui satu hal.
Aku percaya
"kebetulan" itu ada. Namun jika kebetulan itu terus menerus menimpa
kita berdua, apakah itu masih bisa disebut suatu "kebetulan"? Jika
kamu ijinkan ku untuk berkata banyak hal, aku ingin kau tahu itu bukan sekedar
kebetulan untukku, itu takdir. Iya, Takdir.
Takdir yang
sengaja mempermainkan kita, dan sekarang sedang menjebakku di dalam labirin.
Entah apa yang kamu rasakan itu sama denganku atau tidak, tapi bolehkah aku
menaruh keyakinan padamu? Karena disetiap aku menatap dalam di kedua matamu,
aku menemukan sebuah sudut kosong disana. Karena disetiap aku mendengar kamu
menyebut namaku, aku merasakan lirihnya kehangatan itu. Karena disetiap kita
berdekatan aku merasakan bahwa kamu adalah serpihan puzzle yang telah lama
Tuhan sembunyikan hingga suatu hari aku bisa menemukan dan merangkainya
kembali. Karena di saat kita melalui waktu berdua, detik demi detik kurasakan
berpacu tak menentu, kadang kurasakan waktu berhenti dengan tiba-tiba, atau
pernah ku rasakan waktu berdetak dengan begitu cepat tanpa kita sadari.
Apa yang
kamu pikirkan tentang diriku sebenarnya? aku benar-benar kewalahan menanggapi
semua sikapmu, caramu memperlakukanku, dan terkadang kamu membuatku berharap
sesuatu yang belum pasti aku dapatkan. Tolong jangan membuatku bingung lagi,
jika kamu memang tidak merasakan sesuatu yang berbeda, berhentilah memanfaatkan
kebodohanku.
Hey,
ikutilah kata hatimu. Aku memang tak sesempurna wanita-wanita yang sering kamu
bicarakan. Aku hanyalah diriku adanya, bukan dia, bukan mereka. Aku ingin kamu
melihat bagaimana seorang wanita yang rela keluar dari zona nyamannya demi
seseorang yang begitu spesial untuk wanita itu. Belajarlah untuk sekali saja
menghargai dirimu sendiri. Jangan terlalu larut dalam kesedihan ketika kamu tak
mendapatkan sesuatu yang kau impikan.
Hanya itu.
Hanya itu yang bisa aku tuangkan kedalam tulisan sederhana ini. Selebihnya
tentang perasaanku, akan kuungkapkan dalam bisu. Berharap merpati kan mengerti
dan menyampaikannya padamu. Suatu hari.