Love in Mask
Malam
di kota Venezia bisa-bisa membuatmu tercengang. Hiasan kerlipan liontin malam
di angkasa seakan beradu dengan cahaya lampu taman yang bersaing satu sama
lain. Tampak sekelompok orang yang sedang sibuk menyiapkan pesta topeng
tahunan. Kegiatan ini memang sudah menjadi tradisi orang setiap akhir tahun di
kota Venezia, Italia.
“Brenda
sayang, itu tidak cocok untukmu. Ibu bisa memilihkan yang lebih bagus.” Marry
Greace sibuk mencocokkan baju di badan Brenda, anak perempuannya itu.
“Ibu
tak usah protes, ini bagus, trend
sekarang Bu.”
“Kau
hanya mengikuti mode. Sebentar saja itu akan hilang.”
“Dengar
bu, aku tak mau diledek oleh teman-temanku.” Desak Brenda menempelkan kedua
telapak tangan ke pipinya.
“Ibuu….
Kau harus mengangkat pasta ini. Sudah
matang!” Teriak Navy di dapur sambil mengibaskan tangannya lantaran panas
terkena muncratan rebusan air.
“Ya
Tuhan, hanya mengangkat pasta saja
kau tak bisa. Tidakkah kau lihat ibu sedang sibuk.” Keluh Marry mendesah berat.
“Brenda,
kau jangan coba-coba meniru penampilanku. Jangan karena kita saudara kembar,
bukan berarti kau bisa bertindak seperti itu bodoh!” Ujar Navy menyipitkan
matanya.
“Siapa
bilang aku menirumu? Aku akan memakai baju pilihanku sendiri. Lihat saja nanti,
penampilanku akan jauh lebih menarik darimu.” Kata Brenda sinis.
“Baik,
coba saja!” Balas Navy tak mau kalah.
Begitulah, mereka berdua seperti anjing dengan
kucing. Tidak heran Ibu mereka benar-benar tak tahan dan selalu sedia kapas di
sakunya sebagai antisipasi saat mereka ribut lagi. Mungkin sebuah keajaiban
apabila mereka mau akur seperti kebanyakan orang-orang lainnya. Sayangnya itu
hal yang jarang terjadi.
Brenda
menatap jam dinding, 08.30. setengah jam lagi, hal yang paling dia tunggu. Ke
Aula pesta dengan gaun dan topeng barunya. Sangat ia dambakan. Namun ia merasa
jarum jam sangat lama berjalan. Tak lama kemudian ia memutuskan untuk ke Aula
lebih awal.
“Mana
Brenda Bu ?” Navy asyik merapikan hiasan pita sebelum ia memakai topeng
birunya.
“Dia
sudah berangkat 15 menit yang lalu. Kau memakai gaun itu ?” Marry tersentak
kaget melihat penampilan anaknya itu.
“Iya,
ada yang aneh denganku Bu ?” Tanyanya panik.
“Tidak,
tidak apa-apa. Kau pergi saja dulu. Pasti Brenda sedang menunggumu.”
“Baik
Bu, bye !” Ia melambaikan tangan dan
bergegas menuju Aula.
©©©
“Navy!
Kau gila? Lihat gaun kita!” Bentak Brenda kesal.
“Oopss..
God, gaun kita…. sama” Kata Navy
meringis menahan malu. Mana ada orang pergi ke pesta dengan berpakaian yang
seragam seperti ini.
“Brenda,
sudah kubilang jangan meniru gaunku.”
“Hei
Navy, siapa yang lebih dahulu ke pesta? Aku kan. Jadi lebih baik kau yang
mengalah, adik!”
“Apa?
Kau bilang aku adik? Brenda, dengar aku tidak punya gaun lain lagi. Mengerti?”
Setelah
perdebatan yang lumayan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Brenda mengalah
dan memilih untuk berganti gaun di Rumah. Namun ia tak tahu kenapa ia tak
menemukan pintu keluar dari Aula itu. Ia memasuki satu persatu pintu, namun
yang ia temukan hanyalah kolam renang yang luas tanpa ada orang di dalamnya.
“Aduuhh..
kenapa aku sampai disini. Dimana pintu keluarnya?” Gumamnya panik. “Owh.. God!” Ia begitu takut saat tempat itu
mendadak gelap gulita. Ia berusaha memanfaatkan seluruh lengannya untuk
menggapai apapun agar ia bisa sampai ke depan pintu. Namun tiba-tiba… “Aw…”
“Byuurrrrr….!”Brenda
jatuh ke dalam kolam yang dalamnya
kira-kira 2,5 meter .
Ia
berusaha untuk berenang, namun, tiap ia mengangkat badannya ia selalu
tenggelam. Ia tak bisa merubah kenyataan bahwa ia tak bisa berenang.
Berkali-kali ia mencoba untuk meminta tolong, namun suaranya ikut tenggelam.
Kepalanya terasa berat. Hidungnya panas dan dadanya sesak. Semua tampak suram..
buram.. ah.. tunggu dulu, ia seperti melihat seberkas cahaya datang padanya dan
semua kembali gelap, lalu….
“Hey,
kau tidak apa-apa? Kenapa kau berenang malam-malam begini?.” Kata seorang
pemuda yang sepertinya menyelamatkannya tadi.
“Aku
dimana? Tadi… aku … kolaaamm itu.. tidak! Kenapa aku bisa ada bersamamu. Siapa
kau?” beribu pertanyaan terlontar penuh tanda Tanya dari mulut Brenda yang
masih memakai topeng merah jambu.
“Tenang,
aku bukan orang jahat. Mhm.. Aku Freddy Alexano. Panggil aku Fred saja.” Ujar
pemuda itu mengulurkan tangannya ke arah Brenda.
“Ya,
Terimakasih Fred, aku bukan mau berenang. Tadi itu aku hanya terpeleset.
Ironisnya lagi aku tidak bisa berenang.” Balasnya seraya menyambut tangan Fred.
“Kau
kesini untuk menghadiri pesta tahunan ini kan?” Tebak Fred tersenyum.
“Iya,
tapi sepertinya hari ini tak direstui oleh Tuhan. Lihat saja apa yang terjadi
padaku. Semua berawal dari Saudaraku. Tadinya aku mau mencari jalan keluar
Aula. Tapi.. beginilah jadinya, hehe..” Jelasnya terkekeh.
“Pintu
keluarnya ada disitu.” Fred menunjuk salah satu pintu lebar disebelah utara.
“Oh,
yang itu ya. Terimakasih Fred. Aku berhutang nyawa padamu sampai ketemu di
pesta topeng!”
“Okay! Aku akan mengenalimu dengan mudah,
tentunya pakaian basahmu itu.” Celetuk Fred setengah tertawa
“Ya…ya.”
Semoga kita bertemu nantinya.” Ujar Brenda mengangkat satu alisnya sambil
melambai pada pria itu.
Malam
itu benar-benar hari yang indah untuk Brenda. Kau tahu kenapa? Ini semua
terjadi begitu saja setelah ia bertemu dengan pria itu. Siapa lagi kalau bukan
Fred. Pria itu benar-benar berhasil menyihir hati Brenda.
“Yah…
hujan! Dimana payungnya? Oh tidak! Kenapa keluargaku sangatlah miskin?
Payungpun tak ada.” Keluh Brenda menyesal. Ia benar-benar ingin pergi kembali
ke pesta itu. Keputusannya untuk pulang mengganti pakaiannya benar-benar salah.
Seharusnya ia tetap di aula. Bagaimana mungkin ia bisa bertemu kembali dengan
Fred.
“Hhhh…”
Ia berdeham kemudian menyibakkan selimut. Mungkin sebaiknya ia harus tidur di
hari yang menyebalkan sekaligus menyenangkan itu.
“Hai, ketemu lagi! Maukah berdansa denganku?”
Sambut Fred membungkukkan badannya kehadapan wanita bergaun indah. “Bajumu
sudah kering ya? Menarik sekali.” Lanjutnya.
“Hmhm..
maksudmu?” Gadis bertopeng itu sama sekali tak mengerti.
“Sudahlah,
lupakan. Aku tahu kau tak mau membahas itu. Aku belum tahu namamu nona.”
“Aku,
Navy.” Jawabnya singkat.
“Hei,
tidak mungkin kau lupa namaku kan? Aku Fred.”
©©©
“Hai Brenda, kau tahu? Semalam itu hari yang
menyenangkan. Dan Fred itu memang pria idamanku.” Ujar Navy mengeluarkan
sebotol susu dari lemari pendingin.
“Apa?
Fred.. maksudmu? Dia berdansa denganmu?” Tanya Brenda heran.
“Iya.”
Jawabnya singkat. Navy masih sibuk dengan angan-angannya sendiri sementara
Brenda harus bertopang dagu. Benarkah saudaranya itu menyukai Fred?
“Lagipula
aku tidak mungkin bertemu Fred lagi. Sulit bagiku mengenalinya. Dia kan memakai
topeng. Jadi ini bukan perasaan suka. Orang bilang cinta berawal dari mata
turun ke hati. Sedangkan aku belum tahu wajahnya seperti apa, dan mungkin saja
dia itu jelek.” Gumamnya meyakinkan hati.
Udara
dingin di pagi itu memang menusuk tulang. Namun itu semua tak berarti untuk
Brenda. Ia sampai di kanal. Menunggu gondola[1]
di tepian. Tak jauh dari tempat itu terlihat gondolier[2]
sedang mempersiapkan kanonya itu. “Maaf tuan. Bisakah kau membawaku
berjalan-jalan pagi ini?” Tanya Brenda
agak ragu.
“Tentu
saja nona. Kau adalah pelanggan pertamaku pagi ini. Sebagai gantinya, aku akan
memberimu diskon.” Jawab Tuan itu ramah.
Brenda
begitu menikmati saat-saat ia sendirian, terbersit begitu saja wajah pemuda
bertopeng saat malam itu. Mengapa ia selalu memikirkannya? Iapun tak tahu.
Sulit baginya menerima ternyata Navy si tomboy itu juga menyukai Fred.
“Hai,
Fred. Aku Navy. Bisa kau temani aku hari ini? Ayo kita berjalan-jalan.”
“Kemana?
Kebetulan aku tidak sedang sibuk pagi ini.”
“Kita
akan berkeliling kota. Kau mau mendayung kano?”
“Boleh.
Aku akan temui kau di Piazza San Marco. Jangan telat ya?”
“Baik
Fred. Aku akan disana sebelum kau sampai.”
Sesampainya
Fred di tempat tujuannya, ia tercengang. Ternyata Navy telah ada di kano.
Ternyata wanita itu menepati janjinya untuk sampai lebih awal.
“Hai”
Sapa Fred datar.
“Oh,
hai”.
“Ternyata
kau tepat waktu, aku salut padamu.” Puji Fred dengan mata berkilat-kilat. Hari
ini wanita yang dihadapannya itu tampak berbeda dari biasanya, ia melihatnya
semakin manis hari ini.
“Hah? Maaf, kau siapa?” Tanya Gadis itu pada
Fred.
“Hei,
Navy. Jangan bercanda. Ini bukan April mob.” Fred menyipitkan matanya.
“Maaf,
sepertinya kau salah orang.” Jelas Brenda meyakinkan pemuda itu.
“Hey,
kau tau? Aku tak pernah suka bercanda terlalu lama. Aku Fred, puas sekarang?
Lain kali jangan membuat aku tambah kesal.” Kata pemuda itu.
Apa?
Fred? Jadi pemuda ini Fred yang selama ini ia idamkan? Hatinya mulai bergetar.
Hari yang indah kembali menyerbu dirinya. Sepertinya dirinya kini hidup
kembali, bunga-bunga sedang bermekaran di hatinya.
“Kau,
kau ingat orang yang tercebur di kolam saat pesta topeng? Itu bukan Navy tapi
aa……..
Tiba-tiba
ponsel Fred berdering, ia berbalik menjawab panggilan. Namun setelah ia kembali
wanita yang disebutnya Navy yang tak lain adalah Brenda itu menghilang. Ia
masih bertanya-tanya mengapa Navy aneh sekali hari ini, dan suaranya juga
terdengar lain. Apa dia bukanNavy? Tapi wajahnya sama persis. Namun gadis yang
tadi mengingatkannya pada sesuatu.
“Sepertinya
aku pernah mendengar suara gadis itu. Tapi dimana? Apa dia Navy? Mana mungkin
Navy punya saudara kembar.” Gumamnya penuh tanda tanya.
“Hai
Fred, ternyata kau disini? Bukannya tadi kau menyuruhku menunggu di Piazza San
Marco, kau malah bengong di sini.” Ceroscos Navy agak kesal.
Kali
ini Fred masih bergeming. Bukannya tadi Navy mengenakan dress, tapi kini Ia
melihatnya memakai celana jins pendek dengan kaos merah jambu yang manis.
“Kau
cepat sekali berganti baju.” Ujar Fred heran.
“Apa?
Aku memang dari tadi memakai baju ini.” Sahutnya lirih.
“Sudahlah,
ayo ikut aku. Aku akan mengajakmu ke kolam renang.” Seru Fred bersemangat.
“Untuk
apa? Bukannya kau mau mengajakku keliling kota?”
“Setelahku
piker-pikir, lebih berguna apabila aku mengajarimu berenang. Ayo! Aku tahu kau ingin
bisa berenang agar kau tak tenggelam lagi kalau tiba-tiba terpeleset di sisi
kolam. Hahaha…”
Kali
ini Navy yang dibuatnya heran. Siapa bilang ia tidak bisa berenang. Malah ia
paling handal dalam urusan menyelam. Tapi, ia tidak bisa menjelaskan apa-apa
pada pemuda itu, biarlah ia mengikuti keinginan Fred.
“Langkah
pertama, kau harus tahan napas di air. Ayo coba tenggelamkan kepalamu. Aku
yakin kau bisa.” Kata Fred menyemangatinya.
“Fred,
dengarkan aku dulu, aku ini perenang yang handal, tidak perlu ke teknik dasar
lagi. Akan ku buktikan, kau pasti terpukau melihat aksiku.” Ujar Navy naik ke
dinding kolam dan mulai meluncur. Ia benar-benar perenang yang hebat. Lagi-lagi
Fred tampak kebingungan.
“Hei,
kenapa kau bisa sehebat itu? Kapan kau belajar?” Tanya Fred.
“Aku
dari kecil memang bisa berenang. Tidak seperti kembaranku yang payah. Tiap ia
mau belajar berenang, ia selalu saja gagal. Payah sekali bukan? Hahaha..”
Celoteh Navy agak sombong.
Apa?
Dia punya kembaran? Apa mungkin gadis yang ditemuinya saat itu dan yang membuat
ia jatuh cinta itu saudara kembarnya Navy? Fred ingat tadi ia bertemu gadis
yang memakai dress di kano. Ia sempat ingin memberitahunya sesuatu namun
terlanjur Fred harus menjawab ponselnya. “Kau,
kau ingat orang yang tercebur di kolam saat pesta topeng? Itu bukan Navy tapi
aa……..” kata-kata gadis itu selalu terpikir dalam benaknya. Gadis itu pasti
kembaran Navy, dan ia pasti mengenali Fred. Fred harus tahu yang sesungguhnya.
“Siapa
nama kembaranmu? Oh ya, apa dia memakai gaun yang sama denganmu sewaktu pesta
topeng?”
©©©
“Aku
punya saudara kembar, namanya Brenda. Jujur saja ia gadis yang payah dalam
segala hal. Namun ia lebih mau mengalah ketika kami bertengkar. Oh ya, saat
perayaan pesta tahunan itu secara tidak sengaja kami mengenakan gaun yang sama.
Hanya saja topeng yang kami pakai berbeda. Aku mengenakan topeng biru,
sedangkan ia berwarna merah jambu. Aku menyesal telah menyalahkannya dulu dan
malah menyuruhnya mengganti baju ke rumah. Sampai-sampai ia harus tetap diam di
rumah sampai perayaan selesai karena hujannya cukup deras.” Navy bercerita
sambil tersenyum. Ia sangat bangga pada Brenda, yah.. walaupun dia itu bodoh,
namun Brenda itu gadis yang paling baik.
“Jadi
saat pesta itu saudaramu tidak mengikuti pesta sampai akhir. Berarti saat itu
aku berdansa denganmu. Apa itu benar?” Tanya Fred seakan menginterogasi Navy.
“
Iya, memang dengan siapa lagi?” Jawab Navy mengerutkan dahi.
“Ternyata
Brenda gadis yang selama ini aku cari.” Kata Fred girang. Navy yang
memperhatikannya tersentak dan ia merasa tenggorokannya tercekat kali ini.
“Jadi
kau mengira aku Brenda?”
“Iya,
maaf Navy. Aku senang bisa mengenalmu. Dan kali ini aku ingin minta tolong.
Pertemukanlah aku dengan saudaramu itu.” Kali ini Navy hancur, apakah pemuda
itu tidak memahami perasaannya? Alasan Navy bersama pemuda itu hanya satu. Ia
menyukai Fred, karena Navy tak lengkap jika tidak bersama pemuda itu.
Kekesalannya itu berujung pada Brenda. Mengapa Brenda selalu beruntung? Ia anak
kesayangan ibu, dia cantik, baik dan sekarang ia harus merebut Fred begitu saja
tanpa melakukan usaha. Tidak seperti dirinya yang mati-matian mempertahankan
agar Fred tidak jenuh mengobrol ataupun berkencan dengannya. Jadi selama ini
Fred mengira dirinya itu saudara kembarnya, Brenda. Ini tidak mungkin, tidak…
“TIDAK
AKAN!” bentaknya, lalu berlari menjauhi Fred.
“Maaf
Navy, aku tidak bermaksud menyamakanmu dengan Brenda. Tapi aku yakin, kau akan
menerima semua itu.” Gumam Fred melihat Navy pergi.
Selepas
kejadian tadi, Navy hanya berdiam diri
seolah dia telah mengalami kejadian yang sangat pahit.
“Hei
Navy, seharian ini kau hanya diam saja. Ada apa? Kalau kau mau, ceritalah
padaku.” Ujar Brenda menghampiri Navy dan duduk di depannya.
“Aku
tidak apa-apa, hanya saja aku ingin menanyakan sesuatu. Kau pernah jatuh
cinta?” Tanya Navy mengangkat wajahnya dan menatap Brenda yang memalingkan
muka.
“Pernah,
namun pemuda yang kusukai ternyata menyukai gadis lain. Yahh.. mau bagaimana
lagi, aku lepaskan saja.” Jelas Brenda murung.
“Semudah
itu?” Tanya Navy lagi, sepertinya ia ingin mengatakan hal tentang kejadian tadi
namun, ia mengurungkan niatnya. Lain kali saja ia bercerita pada Brenda.
“Maksudku, apa kau tidak membenci wanita yang merebutnya darimu?” Lanjutnya.
“Untuk
apa aku membencinya? Lagipula jika aku membenci wanita itu, keadaan tetap akan
seperti itu. Pemuda itu tetap mencintainya. Dan kalau ditanya mudah atau sulit,
itu tergantung seberapa besar hati kita melepasnya. Aku akan merasa mendapat
kekuatan tiap melihat orang yang kita sukai bahagia walaupun tidak bersama diri
kita sendiri.” Brenda menunduk. Ia tidak mungkin membenci Navy karena
kenyataanya Fred menyukai saudaranya itu. Sejenak ia menghela napas, berharap
ini tidak menjadi beban baginya, dia harus tetap tersenyum, harus.
“Jadi,
Menurutmu apa yang harus aku lakukan Brenda? Aku rasanya ingin membenci wanita
itu. Tapi sepertinya dia tak salah. Aku bingung.” Navy bimbang, benar-benar
bimbang.
“Mungkin
kau harus mengungkapkannya pada pria itu. Lalu kau harus bicara pada wanita
itu. Bila perlu pertemukan mereka, dan bicaralah baik-baik. Aku yakin mereka
pasti mengerti.” Kata Brenda meyakinkan saudaranya itu. Brenda memang begitu
bijak, namun ia sendiri dapat merasakan betapa sia-sianya menasehati orang jika
dirinya sendiri belum bisa menerapkan kata-kata bijak yang sering ia berikan
pada banyak orang. Brenda menganggap dirinya munafik dan selalu berpura-pura
kuat di depan orang-orang termasuk Navy.
©©©
“Fred,
bisa kita bertemu? Aku tunggu di Café Florian.
Ada hal penting yang harus kukatakan padamu.”
“Baik.” Jawab
Fred singkat. Ia tahu ini bukan waktunya untuk berbasa-basi ataupun membuat
lelucon. Fred bergegas mengambil kunci mobilnya dan segera meluncur menuju
tempat itu.
Sementara itu Navy dan Brenda duduk berhadapan di cafe itu lalu keduanya
memesan gelato, es krim khas Italia
sambil menunggu seseorang.
“Siapa
sebenarnya yang sedang kita tunggu Navy?” Brenda terlihat bingung kenapa saudaranya tumben mengajaknya ke café
segala.
“Sebaiknya kau
diam saja. Aku ingin menunjukkan padamu seseorang.” Kata Navy sambil melahap es krim-nya yang telah agak mencair.
“Navy, hal apa yang mau kau bicarakan?” Tiba-tiba Fred datang begitu saja dan
langsung to the point.
“Fred, ini
Brenda saudara kembarku. Brenda, ini Fred.” Kata Navy datar.
Brenda kaku, ia
yakin Navy ingin mengenalkan Fred kepadanya karena mereka berdua
pasti sedang pacaran. Dan hari ini Brenda sangat sakit. Ia hancur. Tanpa sadar
sebutir air mata jatuh begitu saja di pipinya yang merona. Ia tertegun,
seketika ia menyambar tas-nya dan pergi menjauh dari mereka berdua. Ia
mendengar Navy memanggil namanya namun sepertinya pemuda itu tak
mengejarnya, tak akan mungkin, pacarnya kan Navy bukan Brenda.
“Sepertinya dia
cemburu pada kita Fred. Aku tahu dia menyukaimu dan menganggap aku sudah
merebutmu dari tangannya. Kejarlah dia, aku yakin kau masih memikirkan Brenda.”
“Tapi, apa kau
tak akan benci padaku?” Fred masih diliputi keragu-raguan.
“Untuk apa aku
harus benci pada kalian, Brenda sudah mengajariku bersikap bijak. Ia sangat
baik, aku malu pada diriku sendiri, tak seharusnya aku membencimu Fred,
percayalah.”
“Terimakasih Navy, sekarang apa aku harus mengejar Brenda?”
“Ayo cepat!
Kejar dia demi aku, demi Brenda.”
“Baiklah.” Fred
berlari menuju mobilnya. Ia bingung, kemana ia harus mencari gadis itu? Kemudian
Fred termenung sejenak dan....
“Aku tahu kemana
ia pergi.” Gumam Fred menyunggingkan seulas senyuman. Ia meluncur menuju suatu
tempat.
©©©
Jernihnya air di
kanal sehingga dapat memantulkan bayangan wajah Brenda yang saat itu diliputi
ratapan mendalam akan apa yang barusan disaksikannya. Terus terang saja ia tak
kuat melihat Navy sedekat itu dengan cinta pertamanya, Fred.
“Maaf nona, anda
sudah sampai di Ponte Rialto.” Suara tuan pendayung kano mengejutkan Brenda.
“Oh, cepat
sekali sampainya. Terimakasih.” Brenda merogoh sakunya dan segera membayar atas
kano yang ia tumpangi tadi. Namun setelah menatap wajah Tuan itu ia kaget
setengah mati.
“Kau? Sedang apa
kau disini?” Tanya Brenda memalingkan muka.
“Apa sekarang
kau malu dekat dengan seorang gondolier?”
Ujar pemuda tampan berperawakan jangkung itu.
“Fred, selamat
ya? Aku bahagia kau bisa pacaran dengan saudaraku.” Ujar Brenda memaksakan
senyuman dibibirnya. Ia menunduk menahan matanya yang telah berkaca-kaca.
“Hei, darimana
kau tahu aku dan Navy pacaran? Siapa yang menyebarkan gosip murahan itu?”
Fred menyunggingkan seulas senyum yang manis.
“Maksudmu?
Kalian berdua tidak pacaran?”
“Apa kau cemburu
padaku Brenda?” Goda Fred.
“Hah? Kau
salah.. tidak aku tak cemburu. Kita baru kenal kenapa aku harus cemburu?”
Brenda tampak salah tingkah dihadapan Fred. Apalagi ditambah pemuda itu selalu
memandangnya.
“Baru kenal?
Lalu siapa gadis yang bodoh, yang tak bisa berenang, yang selalu mengalah
dengan saudaranya dan yang berhasil membuatku menyukainya? Siapa orang itu?
Kukira itu kau, apa aku salah mengenali orang untuk kedua kalinya?”
“Menurutmu?”
“Aku melihat kau
begitu mirip dengan Navy.”
“Oh ya? Apa kau tidak mau menanyakan dengan siapa kau
sedang berbicara?. Siapa tahu aku ini Navy bukan Brenda yang kau cari.” Celetuk
Brenda.
“Tidak, aku
sudah yakin. Karena hati tak akan pernah bohong dan hati juga tak pernah
salah.” Kata Fred serius. “Brenda, dari awal aku bertemu denganmu, aku telah
yakin kalau aku... menyukaimu.” Lanjutnya.
Fred dan Brenda
masih saling bertatapan di atas kano yang terapung di tepi jalan Ponte Rialto
yang hening di awal musim panas ini. Mereka bertatapan. Sepertinya Brenda
sangat menyukai Fred, begitupun sebaliknya. Namun suasana mendadak hening.
Tidak ada jawaban sama sekali dari mulut Brenda.
“Hei, Fred, aku
juga sangat menyukaimu, tapi aku tak bisa Fred. Aku tak bisa.” Brenda menunduk.
Ia takut Fred melihatnya dan memandangnya.
“Tapi kenapa?
Bukankah kita saling menyukai? Kenapa kau menolakku?” Fred tertegun. Ia mendadak
bangkit dengan kecewa sehingga membuat kano goyah dan tenggelam ke dalam air.
Saat itu ia bahwa dirinya sedang berada di atas benda terapung itu. Keduanya,
Brenda dan Fred tercebur. Fred naik ke permukaan dan melihat ke atas. Sesaat ia
kaget. Mana Brenda? Bukankah gadis itu tak bisa berenang? Apa dia tenggelam?
Fred lalu kembali menyelam. Ia berenang sepanjang Ponte Rialto sampai ke Piazza
San Marco. Namun ia tampak lega namun kembali was-was setelah melihat seorang
gadis tenggelam hampir menuju dasar kanal. Tanpa berpikir panjang Fred segera
membawa gadis itu ke permukaan dan kembali membopongnya menuju tepian.
“Brenda?
Bangun..” Fred panik. Ia meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya. Ia sangat
menyesal. Seharusnya ia tak ceroboh tadi.
Beberapa saat
Brenda kemudian terbangun. Ia menatap disekelilingnya. Dan menangkap sosok
Fred. Pemuda yang sangat dicintainya.
“Fred, tadi aku
belum selesai menjawab. Kau malah membuatku tenggelam. Dasar bodoh.” Ucap
Brenda menyipitkan mata.
“Belum selesai?
Apa lanjutannya?” Fred penasaran.
“Aku memang
menyukaimu. Dan aku tak bisa, aku tak bisa menolakmu karena aku tak mau
kehilangan Freddy Alexano.
“Kau.. kau ini
kenapa tidak bilang dari tadi. Lain kali jangan mengulanginya lagi. Aku takut
kau tenggelam lagi seperti tadi.” Fred kesal setengah mati.
“Iya.. aku
janji. Kau mau membiarkanku dengan pakaian basah seperti ini?”
“Ayo.”
“Kemana?” Tanya
Brenda mengangkat alisnya.
“Kita membeli
baju ganti untukmu.”
“Kau serius?”
“Ayolah!” Fred menarik tangan Brenda dan segera
mengajak wanita itu pergi.
“Kau menarik tanganku kencang sekali.”
“Aku tak mau kau tertukar lagi.” Celetuk Fred, dan
kini mereka tertawa bersama. Tawa yang penuh kebahagiaan.
-Selesai-
No comments:
Post a Comment