Minggu, 18 Desember
2016
21.41 WITA
Teras belakang
dengan semilir udara dingin yang menusuk batin. Alunan lagu dari earphone
menemani kesepian malam ini dan tampak hanya satu bintang yang mengintipku dari
balik kawanan kelabunya awan pekat.
Aku dari beberapa
menit yang lalu terus saja menunggu. Menunggu dirimu membalas chat dariku. Aku tau
kamu sudah membacanya, namun sedetik dua detik dan ahhh tiada tanda – tanda kamu
menulis pesan selanjutnya.
Bagus sekali, aku
ucapkan selamat. Hal sederhana yang kamu lakukan benar-benar menciptakan ruang
rindu dan galau ku meletup – letup tak terkendali. Bahkan hanya dengan itu saja
kamu berhasil membuatku tidak bisa mengekspresikan rasa ku menjadi sebuah
pelampiasan. Aku lupa bagaimana cara tersenyum, berteriak, berbicara, makan,
dan tertawa.
Termenung. Hanya itu
saja untuk beberapa lama kemudian kuraih laptop lawasku. Ku tekan tombol on dan
seketika wallpaper historis berlatar belakang Oxford University memenuhi
pikiranku kembali. Mengenang bagaimana kita menjalin mimpi yang super duper
mustahilnya untuk kita raih. Hatiku tertawa sesaat. Kemudian seketika
ekspresiku kembali kacau mengingat tiada kabar darimu padahal ini dimana titik
aku sangat amat merindukan dirimu.
Apa yang kamu
lakukan? Tiba – tiba playlist lagu yang kuatur secara random malah memutar semua
lagu yang mengingatkan aku kembali pada kerinduan sosokmu?
Ada apa dengan
semua ini? Apakah alam sedang mengujiku atau mengolok olok kesendirianku yang
diam – diam memujamu tanpa kamu ketahui?
2 tahun bukan waktu
yang singkat untuk jatuh cinta, memendam rasa, dan bertahan diantara ketidak
pastian hatimu. Itu bukan sesuatu yang sederhana. Sungguh aku harus berkali –
kali meyakinkan diriku untuk berhenti menyingkirkan pria – pria lain demi satu
hati yang belum tentu untukku. Namun aku yang terlalu kukuh dengan kata hati
ini terus saja memberontak pada logika. Aku menyayangi dirimu, sungguh aku
merindukanmu juga. Aku yakin sekali kamu juga merindukan aku. Apa aku salah? Beritahu
jika kata hatiku salah dan aku tidak akan pernah mempercayai hatiku lagi.
Ruang rindu yang
kamu ciptakan malam ini membuat gusarku semakin membakar diriku sendiri. Cambukan
sesal dan penuh keraguan menghampiri. Apakah aku harus mengabari atau sekedar
menanyakan sesuatu yang lain dengan harapan aku kembali berkabar denganmu? Namun
logika mengatakan, “dia tidak mengabarimu karena kamu tidak cukup penting
untuknya”
Untuk malam ini,
kubiarkan logika menari merayakan kemenangannya.
Kubungkam percakapan
maya itu dan sekali lagi, kubekap diriku dengan bantal.
Esok mungkin akan
kutemui percakapan lain, atau tidak sama sekali.
No comments:
Post a Comment