Kita itu,
semacam mengabaikan namun diam-diam memperhatikan
Semacam
tak menghiraukan, namun ingin menyapa
Semacam
ingin berbicara namun tak tahu bagaimana harus mengawali
Semacam
ingin terbiasa namun ego mendominasi
Semacam
hanya sebatas teman namun di sebelah pihak, ingin lebih
Aku hanya
mengetahui keinginan salah satu pihak, namun tidak pihak lainnya. Aku hanya
tahu isi hatiku. Tapi tidak denganmu.
Aku
berusaha memahami apa yang aku sembunyikan, ingin membagi apa yang aku simpan
sendirian.
Namun sia
– sia saja ketika sesuatu yang lama ingin aku sampaikan pada akhirnya telah
menepi pada semua orang namun tidak padamu.
Harapan,
apakah itu sebuah kata yang berarti saat ini?
Tidak.
Ketika
mengharapkan tak lagi berbuah manis, mengabaikan pun terasa menyakitkan, lalu
apa selanjutnya?
Ketika
yang kunanti hanya waktu dan waktu. Mengulur detik demi detik, mempertimbangkan
apa sebaiknya aku harus mengungkapkan atau aku akan terus membisu membiarkan
hipotesa-hipotesa tentang dirimu terus saja menari nari di otakku?
Aku jelas
tak tahu apa yang ada di logikamu, karena aku bukan seorang peramal. Bahkan
jika pun aku seorang peramal, apakah sesuatu yang aku terka itu memang
benar-benar akan terjadi?
Sebut saja
aku pemistis. Iyaaaa. Aku bukannlah gadis dengan kadar optimisme tinggi, atau
gadis ekspreif yang dengan mudahnya akan mengekspresikan segala sesuatu dengan
kata-kata yang tersusun apik sehingga semua mata dan telinga terpusat padanya.
Tidak, tidak. Aku bukan gadis yang seperti itu. Aku sang introvert. Tak mudah
berekspresi, selalu membohongi diriku sendiri. Kadang aku hanya berpura-pura
terlarut dalam peran sehingga menghasilkan gadis sok banyak bicara untuk
memancing perhatian. Dan aku muak pada gadis ini. Aku muak tidak menjadi diriku
sendiri.
Apa yang
aku harapkan? Kamu. Jelas kamu. Aku rasa kata berharap sedikit berlebihan saat
ini, tapi hanya itu yang mewakili segala sesuatu tentang diriku.
Tak banyak
yang bisa aku bagi diantara kita, kita hanya menikmati kebersamaan via text.
Namun ketika bertemu, entah aku saja yang merasakannya atau kamu juga. Tapi aku
merasa sangat berbeda. Kamu begitu biasa. Maksudku, kau tidak menunjukkan arti
ketertarikan atau semacam itu. Jadi, kesimpulannya?
Begitulah,
tak akan aku sebutkan karena memang agak sedikit menggores hati.
Tak jauh
berbeda dariku, aku juga harus bersikap biasa. Sebiasa mungkin karena aku tak
ingin kamu mengetahui segalanya. Aku berusaha menutupi karena ketakutanku jauh
lebih besar. Aku takut kamu akan menjauh, kamu tidak suka padaku, dan banyak
ketakutan-ketakutan lain yang tak aku harapkan. Sama sekali tidak.
Bola yang
aku lempar tak tepat mengenai hatimu.
Mungkin
aku hentikan saja cara yang penuh kebohongan ini. Menjadi sok asik itu bukan
gayaku. Aku hanya berpikir, kau mungkin tidak menyukai gadis melankolis yang
membosankan seperti aku.
Aku tak
pandai berbicara, tak pandai merangkai cerita.
Harusnya,
jika kamu tak suka, abaikan sajalah aku.
Jangan
seolah ingin pergi namun tak beranjak
Seolah tak
peduli namun tetap mencari
Ketika
seseorang mengatakan hal yang membuat kita tersadar satu hal, mata kita bertemu
senyumpun mengembang. Tak ada yang mengerti mungkin, hanya kita. Maka biarlah
itu menjadi dunia kita, atau hanya aku. Mungkin.
Rotasi
bumi pun mendadak melambat ketika aku melihat senyum itu. Senyum yang bukan
dari pemuda tampan, namun entah daya apa yang dimilikinya aku pun tak
mengetahuinya. Namun satu hal yang jelas aku ketahui. Aku telah menyukainya.
No comments:
Post a Comment