Waiting for a wind |
Mungkin ini tidak pantas disebut surat.
Sebab tak akan dikirim kepada siapapun. Mungkin ini tak pantas disebut puisi. Sebab sajaknya tak bermajas indah.
Ini hanya jajaran tulisan – tulisan
sebagai curahan perasaan seorang gadis yang selalu menunggu. Menunggu hal yang
tak pasti. Layaknya kelopak - kelopak dandelion yang selalu menunggu hembusan angin, berharap
sang angin bisa membawanya ke suatu tempat. Berharap ia bisa beriringan dengan hembusan lembutnya. Bersama - sama melawan waktu. Namun, angin yang ia nanti dengan
sabar ternyara tak kunjung menghampirinya. Semusim, dua musim telah berlalu begitu saja. Gadis itu kini bimbang harus
bagaimana. Jika harus berhenti, ia takut suatu hari penyesalan itu akan tiba.
Bila ia terus menerus seperti ini, ia takut segalanya akan sia-sia. Ia takut segala penantian itu akan hanya berujung pada kehampaan. Ingin ia
berteriak, tapi siapakah yang akan mendengar? Ingin ia berlari, tapi ke arah mana
ia harus berlari? Jalan buntu itu serasa mengelilinginya. Mengapa ia selalu
berteman dengan waktu? Sementara cinta tak butuh waktu. Cinta hanya perlu
keberanian. Dan sayangnya gadis itu tidak memilikinya. Ia hanya bungkam. Hanya menunggu, seperti dandelion malang yang terlalu lelah menunggu datangnya hembusan angin.
dandelion, bunga kebebasan
ReplyDeleteKelopak ringannya bebas melayang kemanapun angin membawanya :)
Delete