Benarkah itu? Kau menyukaiku juga? Beberapa kali aku mendesaknya agar buka mulut tentang mengapa dia menyukaiku? apa alasnnya? Tapi dia hanya bungkam sambil sesekali tersenyum dan menggelengkan kepalanya padaku.
"Kenapa? Aku hanya perlu tahu tentang hal itu." Rengekku kesal.
"Kau tahu mengapa?" Ujarnya sembari memancarkan senyumnya yang terindah.
"Mengapa?" Aku semakin serius dan memasang wajah yang sangat penasaran.
"Alasannya adalah, dirimu."
"...." Aku tak puas dengan jawaban yang dia berikan padaku. Sungguh sebuah jawaban yang simple bagiku.
Dia menatapku linglung, aku dapat melihat sorot matanya yang cemas akan diriku. Seolah aku bisa menebak perasaannya saat itu, sontak aku tersenyum simpul kepadanya.
"Alasannya diriku?" Aku bertanya hati-hati.
"Mungkin menurutmu bukan alasan yang kau harapkan, namun memang hanya itu. Aku tak memiliki alasan mengapa aku dengan mudahnya jatuh cinta padamu." Ia menatapku lagi, dan dia terlihat menahan tawa ketika melihat ada semburat merah yang terpancar di pipiku.
Aku sangat gugup waktu itu, aku merasakan ada beberapa bulir keringat membasahi punggungku.
"Hey, jangan tegang seperti itu. Aku tak akan memakanmu." Gelak tawa pecah diantara kami.
"Kau tahu? Kau satu-satunya orang yang bisa membuatku gemetar seperti sekarang ini."
Dia tersenyum, tiba-tiba saja dia mengangkat daguku. Wajahnya mendekat, astaga! ia mengecup keningku dengan lembut. "Kaulah alasanku untuk hidup di dunia yang sulit ini." Katanya sedikit berbisik. Aku tersenyum manis kepadanya, burung-burung yang melihat kami berdua seakan ikut merayakan suasana kebahagian yang penuh cinta. Terimakasih untuk hari ini..
No comments:
Post a Comment