Redalah hujan
diluar, menyisakan genangan diantara akar pepohonan. Sedangkan genangan lainnya
tak kuasa tumpah dari sudut mata bersamaan dengan aksara yang mengapung. Syair
dan irama yang lalu – lalu kemanakah ia akan sampai? Akankah ia mengalir ke
hulu bersamaan dengan aksara yang tumpah itu? Atau ia justru akan tertinggal
dan mengendap untuk waktu yang lebih lama? Kuharap waktu memilih memberikan
tenggang untuknya, karena jika harus merelakan sesuatu yang indah pergi, tak
akan sanggup tubuh ini berdiri tegak tanpa rusuknya. Tak akan sanggup anak
panah itu meluncur tanpa busurnya. Tak akan sanggup biola bernada tanpa
dawainya.
Kamu adalah
melodiku, kehilanganmu sama saja ku menulis puisi tanpa rima. Kepergianmu sama
dengan bencana bagiku. Kumohon jangan akhiri apa yang sudah berjalan dengan
semestinya. Jika kuminta kamu menjadi teman hidup, segalanya tak akan benar
dimatamu. Jika kuminta kamu untuk pergi, itu juga tak akan benar dimatamu. Lalu
kemanakah daun ini harus bertiup? Akankah ia akan terhempas tanpa tujuan?
Akankah ia hanya menuruti terpaan angin sedangkan ia memiliki tujuan yang ingin
sekali daun itu kunjungi?
Kamu adalah
pelangiku, melewatkanmu itu suatu kesalahan. Aku harus menunggu hujan gerimis
diantara hangatnya mentari yang belum tentu akan kudapatkan kembali di lain
kesempatan. Sapta warnamu mempesonakan indra ku. Keberanianmu semerah warna
pertamamu, jinggamu mengingatkan aku dengan air mukamu ketika dirimu tersipu.
Hangatnya senyummu sekuning sinar mentari pagi. Didekatmu kurasa sungguh menyejukkan
seperti warna hijau dan biru yang berpadu. Nila ungu yang pekatpun terasa
lembut dan indah ketika menatap kedua matamu.
Ketika jemari kita
mengait satu sama lain, aku merasa kamu melengkapi ku. Seakan aku telah
menemukan potongan puzzle yang telah lama hilang. Namun kurasa kita tak se
frekwensi. Getaran yang kurasakan tidak seirama dengan getaranmu. Ada hal lain
yang kamu tunggu. Bukan aku. Namun entah kenapa aku selalu merasa kita berdua
memang diciptakan untuk saling mengisi. Walaupun pada akhirnya yang kuisi bukan
posisi teman hidup, setidaknya ada porsi lain yang akan kutempati di salah satu
sudut hatimu.
Dimanapun aku
menyepi diantara sudut hatimu, jangan pernah lupa akan sesuatu. Jangan lupakan
kamu pernah rindukan kita. Lalu untuk apa kamu memelihara rindu jika tak ada
rasa yang terselip didalamnya? Lalu untuk apa kita melukis kenangan diatas
kanvas jika aku tak boleh memasangnya di buletin utama?
Lalu untuk apa kita
mengaitkan jari kelingking jika suatu saat kita tak akan bersama?
Lalu jika tak akan
bersama, aku hanya ingin menatapmu saja. Aku tak ingin berlama – lama di dalam labirin yang penuh kenangan akan kita. Karena hanya akan memperpanjang lukaku
sendiri. Memang sebaiknya aku menjauh dan kemudian akan ada jarak lagi diantara
kita. Jarak yang tak terlalu jauh, namun sudah menentukan bahwa aku tak dapat
menyeberanginya. Karena kamu melarang, maka akan kuhentikan segala jenis
perasaan yang mendalam sejak 2 tahun ini.
No comments:
Post a Comment