Teardrops fall like the rain I can't stand up without you |
"Kehadiranmu semakin membuatku sakit."
"Kalau itu yang kau rasakan, kenapa tak pergi saja?" Jawabnya kaku. Itu sama sekali bukan jawaban yang ku ingin dengar. Bagus, hari ini ia berhasil membuat suasana hatiku kacau.
"Untuk apa kau jauh-jauh kemari jika akhirnya kau dingin padaku seperti ini?"
"Siapa bilang aku kemari untuk menemuimu? Ada urusan pekerjaan." Ujarnya.
"Baiklah, tak ada gunanya aku menunggu lagi. Ada kata-kata terakhir sebelum aku pulang?" Mataku panas, bisa kurasakan suaraku bergetar marah.
"Yah.. Kau tak perlu memikirkan aku lagi. Anggap saja kita tak pernah bertemu. Jaga dirimu baik-baik Ika." Setelah menyebutkan beberapa patah kata yang begitu menusuk itu, ia bangkit dari tempat duduk dan beranjak pergi dibalik guyuran hujan nan derasnya. Tak ada hakku lagi untuk menahannya pergi, aku tak pantas lagi memegang tangannya dan memohon agar ia lebih lama bersamaku. Demi Tuhan, tega sekali ia meninggalkan dan mencampakkan aku setelah 6 tahun lamanya kita tak bertemu. Timbul beberapa hipotesa dalam diriku. Apa dia bosan denganku? Apa dia suka pada gadis lain? Entah.. Apapun jawabannya itu, tetap saja pada kenyataannya ia tak akan pernah lagi melihatku sebagai orang yang paling berarti dalam hidupnya. Semuanya yang pernah kami lewati, semua hal, semua susah dan senang, moment itu seakan lenyap dari benakku. Namun tak dapat aku pungkiri otakku masih saja memutar rekaman-rekaman yang harusnya terkubur rapat-rapat dalam memori. Segalanya hanya kenangan sekarang. Tak ada lagi yang bisa aku harapkan dari perjalanan cintaku yang telah kandas tak berhasil kupertahankan. Ku seret diriku dibawah guyuran air langit. Kubiarkan diriku tenggelam dalam kesedihannya.
"Aaaaaarrrrrhhhhhggggggg" Tenggorokanku sakit, rasanya pita suaraku bergetar terlalu keras. Air mataku menyatu dengan hujan bercampur menjadi tetesan-tetesan kesedihan hari ini. Lututku lemas, aku bersimpuh menengadah menatap awan kelabu itu. Kuremas rambutku sendiri, ingin kusalurkan sakit hatiku pada fisik yang kumiliki, namun itu semua belum cukup. Baru aku mengerti kenapa wanita mudah sekali depresi. Dibalik rimbunnya pepohonan tak kusadari ada sepasang mata yang memandang tubuhku yang menggigil dibawah derasnya hujan. Orang itu menatap dengan penuh penyesalan. Mungkin saat ini ia sangat ingin menjadi dirinya yang sebenarnya. Tak harus berpura-pura untuk menjadi dingin, tak harus berpura-pura tak menyukaiku lagi. Sementara itu, aku mencoba menegakkan kedua lututku. Berjalan terseok-seok dengan wajah muram. Aku bahkan sangat mirip dengan orang gila, gila karena pemuda itu. Jujur saja aku belum mendapat alasan kenapa ia melakukan hal ini dengan sangat mudahnya padaku. Aku harus menagih alasan itu. Cepat atau lambat aku harus mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya.
#3
No comments:
Post a Comment